Belajar Tatap Muka: Antara Kerinduan dan Kekhwatiran

oleh
Belajar Tatap Muka
Siswa-siswi yang sedang mengikuti pembejalaran tatap muka.
banner 468x60

HABARI.ID | “Restu” pemerintah tentang dimulainya belajar tatap muka, telah memberi ruang bagi para siswa untuk saling mengenal sekaligus menjalankan hakekat fungsi manusia sebagai mahluk sosial. Seketika mereka mungkin akan merasa asing. Tapi setelah beradaptasi, secepatnya mereka akan menyelami pergaulan dan pertemuan yang lama dirindukan itu.

Para orang tua, tentu saja, merasakan ada sesuatu yang campur aduk. Berada di antara kegembiraan, kebingungan, dan kekhawatiran tentang kembalinya sistem pembelajaran tatap muka di tengah pandemi Covid-19 yang tetap saja beresiko jika tidak patuh pada protokol kesehatan.

***

Sehabis menyapu halaman, Aldi siswa kelas 1 SMA 5 Gorontalo Utara bergegas untuk menyiapkan diri berangkat ke sekolah. Itu jadi kali kedua jadwal masuk sekolah setelah pemerintah membuka kembali pelajaran tatap muka.

Tak lupa dia menggunakan masker dengan sukarela saat melangkahkan kaki menuju sekolah yang berjarak 2 kilometer dari kediamannya.

Memakai masker dilakukan bukan semata-mata untuk perlindungan higienis atau sebatas aturan, tetapi menunjukan kesadaran siswa tentang pentingya pencegahan Covid-19.

Sebelum masuk kelas, semua prosedur keselamatan standar dipatuhi Aldi dan rekan-rekan sejawatnya. Mereka melewati penghalang desinfeksi dan mereka membersihkan tangan mereka.

Meski Prosedur ini memakan sedikit waktu namun siswa-siswi terlihat antusias mengikutinya.

Ketika awal mata pelajaran, siswa siswi diminta memperkenalkan diri masing-masing sekaligus menerangkan pengetahuan mereka tentang Covid-19. Hal ini sebagai upaya menghidupkan kesan keakraban di antara siswa.

“Saya Aldi salam kenal, yang saya tahu Covid-19 adalah virus yang sudah membuat kita hidup dalam keterbatasan, namun kita harus kuat dan optimis,” ungkap Aldi saat memperkenalkan diri.

Saat mata pelajaran Aldi sedikit canggung, karena untuk pertama kalinya guru memintanya untuk menjawab beberapa pertanyaan.

Dia sempat tak mampu menjawab, hingga akhirnya teman sekelasnya membantu dia untuk menjawab pertanyaan guru.

“Saya senang karena akhirnya bisa berinteraksi dengan teman-teman, tadi juga dibantu menjawab, meski mejanya berjarak cukup jauh tapi kami masih bisa berkomunikasi,” ungkap Aldi.

Jaga jarak menjadi hal paling utama pada proses pembelajaran. Bahkan demi mencegah terjadinya kontak antara siswa, pihak sekolah tidak mengizinkan siswa keluar kelas hingga jam sekolah berakhir.

“Tidak boleh keluar kelas sama sekali, kalau jam istirahat kita wajib makan bekal yang sudah kita bawah dari rumah,” jelas Aldi.

Setiap pergantian mata pelajaran siswa diwajibkan untuk menggunakan handsenitizer yang sudah disiapkan di sudut ruang kelas. Hal itu untuk mendorong kesadaran siswa tentang pentingya menjaga tangan tetap bersih.

“Virus ini kan berpindah paling sering dari tangan, kata Pak Guru wajib membersihkan tangan setiap saat,” ungkapnya.

Aldi bersyukur bisa sekolah tatap muka karena bagi anak 13 tahun ini belajar online membuat dia sulit memahami pelajaran.

Dirinya berharap sekolah bisa terus menggelar belajar luring agar dia dan semua teman-temannya bisa memperbaiki pengetahuan mereka.

“Kebanyakan belajar online itu kita jadi tergantung pada internet, semua jawaban kita tanyakan ke google, karena kadang kalau gangguan jaringan penyampaian guru tidak bisa terdengar jelas saat daring,” curhatnya.(diq/wi/habari.id)

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan