Ketika Sektor Informal Melemah dan Mesin Ekonomi Harus Tetap Bergerak

oleh
sektor informal melemah
Bobby Rantow Payu, akademisi UNG.[foto_istimewa]
banner 468x60
HABARI.ID I sektor informal melemah. Sementara mesin ekonomi juga harus dijaga agar tetap bergerak. Banyak pekerja informal yang menyusut pendapatannya sebagai dampak dari kebijakan penanganan Covid 19.

Saat social distancing (pembatasan sosial) jadi pilihan untuk ‘melawan’ perebakan Covid 19, pelajar dan pegawai negeri ‘dirumahkan’ (belajar dan bekerja di rumah).

Sementara Polisi sibuk dengan agenda ‘penegakkan’ pasca adanya pelarangan; tak boleh ada keramaian. Tempat hiburan ditutup. Bahkan orang yang sekedar ngumpul di warung kopi, dibubarkan.

Setelah rentetan kejadian ini, dampak negatif pada sektor ekonomi makin terasa. Tentu saja, dimulai dari melemahnya sektor ekonomi informal. Dan yang pertama merasakan dampaknya adalah pekerja informal.

Cara pemerintah mengatasi problem yang muncul sebagai efek domino dari kebijakan penanganan Covid 19 ini, dilakukan dengan mengeluarkan regulasi, kebijakan fiskal dan kebijakan ekonomi.

Baca Juga: Bantuan Sosial Dampak Covid 19 Mulai Disalurkan Pemprov

“Pandemi global ini memang telah menghantam sendi-sendi kehidupan semua Negara di dunia. Daya beli masyarakat, melemah. Masyarakat harus diberi insentif untuk memenuhi kebutuhan dasarnya melalui bantuan sosial, social safety net …,”

“Dan pemerintah (pusat dan daerah) sudah melakukan itu melalui kebijakan fiskal dan penambahan insentif,” kata pengamat ekonomi, Bobby Rantow Payu.

Kebijakan insentif ini, menjadi bentuk ‘pembelaan’ kepada masyarakat yang terdampak. Tapi, hal penting lainnya yang harus dijaga oleh pemerintah adalah keberadaan mesin-mesin ekonomi yang harus tetap bergerak.

Mesin Ekonomi Harus Tetap Hidup

Apakah kebijakan fiskal yang diimplementasikan melalui kebijakan insentif itu, bisa menyelesaikan problem yang dihadapi masyarakat saat ini?.

Apakah insentif pemerintah dalam bentuk bantuan non tunai itu mampu mereduksi gap yang muncul akibat penyusutan pendapatan masyarakat (debitur) dan nominal beban kredit perbankan dan perusahaan pembiayaan yang cenderung tetap dan tak mau bergerak turun?!.

Pertanyaan ini, kata Bobby, juga telah dijawab pemerintah dengan menggulirkan paket regulasi dan kebijakan moneter serta injeksi likuiditas yang efeknya dapat memberi kelonggaran kepada masyarakat sekaligus menjadi ‘energi’ bagi perbankan dan perusahaan pembiayaan (leasing) agar tetap survive di tengah pandemi Covid 19.

“Yang dilakukan pemerintah saat ini adalah bagaimana mengurangi dampak penanganan Covid 19 terhadap ekonomi, dengan mengeluarkan paket kebijakan insentif …,”

“Di sisi lain, pemerintah juga harus bisa menjaga agar mesin-mesin ekonomi tetap bergerak. Industri, lembaga keuangan dan subsektornya, tak boleh mati, karena ini menjadi sumber pendapatan pemerintah melalui pajak. Mereka harus tetap hidup,” kata Bobby.

“Untuk industri tertentu, pemerintah juga memberi kelonggaran pajak. OJK pun demikian, melalui Peraturannya ( POJK No. 11 tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional),” katanya.

Kalau pemerintah membebaskan cicilan di bank dan leasing,  ini sama halnya dengan mematikan mesin ekonomi yang seharusnya dijaga agar tetap hidup.

“Maka yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah mengimbau kepada perbankan dan juga leasing untuk tetap memberi kebijakan kelonggaran kepada debitur. Ini menjadi salah satu kontribusi dalam mengurangi beban sektor informal …,”

“Di POJK tahun 2020, juga sudah dijelaskan, hal ini diserahkan kepada kebijakan bank dan perusahaan pembiayaan. Ini juga untuk menjaga agar mesin ekonomi tetap bergerak,” katanya.

Menunggu Regulasi yang “Revolusioner”

Bobby sedikit memberi penekanan pada upaya pemerintah dalam menangani berbagai krisis yang muncul secara beruntun baik sektor informal dan sektor lainnya. Menurutnya, implementasi kebijakan insentif membutuhkan anggaran yang tidak kecil.

“Kita tidak memiliki kemampuan fiskal yang bagus. Insentif kita terbatas di tengah upaya mempertahankan agar roda ekonomi tetap berputar …,”

“Walau pun ekonomi kita terkoreksi, tapi tidak terlalu dalam. Upaya yang dilakukan saat ini adalah mendorong agar kita punya regulasi darurat dalam menyikapi dampak seperti yang terjadi kini,” kata Bobby.

Menurut akademisi UNG ini, pemerintah memiliki alokasi anggaran untuk setiap bulannya dalam setahun. Tapi tidak ada regulasi yang bisa dijadikan acuan untuk menarik dan menggunakan anggaran yang dialokasikan pada bulan yang belum dilalui.

“Kita ada di bulan April saat ini. Tak bisa menggunakan anggaran yang ditarik dari beberapa bulan di depannya. Tak ada regulasi tentang itu …,”

“Kalau dilakukan sepihak, ada konsekuensi hukumnya. Sementara kita masih berada dalam kondisi darurat. Butuh anggaran besar untuk penanganan berbagai problem yang muncul,” kata akademisi dengan bidang keahlian ekonomi perencanaan ini.(fp/habari.id)

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan