HABARI.ID I Masifnya gerakan mahasiswa yang menolak revisi UU KUHP dan UU KPK harus ditanggapi serius oleh pemerintah, baik legislatif maupun eksekutif.
Hampir rata-rata demo yang dilakukan mahasiswa dan pemuda di berbagai daerah, menyasar lembaga legislatif dan eksekutif.
Mereka meminta agar para wakil rakyat dan pemerintah untuk menandatangi petisi penolakan revisi undang undang yang dipandang telah melangkahi hak asasi.
Unjuk rasa yang dilakukan ribuan mahasiswa di DPRD Provinsi Gorontalo, Rabu (25/09/2019), juga meminta kepada pimpinan DPRD untuk menandatangani tujuh poin yang menjadi tuntutan.
Salah satu tuntutan adalah mencabut sejumlah pasal dalam RKUHP dan RUU KPK, yang bertolak dengan hak asasi.
Petisi ini akhirnya ditandatangani oleh Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Paris Yusuf, di hadapan mahasiswa dan elemen lainnya yang turut dalam aksi tersebut. Paris mengatakan, poin-poin dalam petisi itu, akan ditindaklanjuti dan disampaikan ke pemerintah pusat.
“Hari ini saya bangga dengan mahasiswa. Kalian sangat peduli dengan kondisi negara saat ini. Maklumat (petisi) wajib ditindaklanjuti,” kata Paris. Selain Paris, sejumlah anggota DPRD juga sempat menandatangani petisi tersebut. ***
Robohkan Pagar, Terobos Kawat Berduri
Sebelum penandatanganan petisi, aksi sempat diwarnai ketegangan. Mahasiswa hanya bisa berorasi di depan gerbang masuk kantor DPRD.
Massa aksi tak bisa masuk karena dihadang barikade kawat berduri yang dipasang aparat. Kurang lebih 2 jam mereka tak boleh masuk meski diterima para Aleg DPRD Provinsi Gorontalo.
Kawat duri pun akhirnya diterobos dan pagar kantor yang berdiri megah di puncak Botu itu, dirobohkan. Ini dilakukan setelah negosiasi mengalami jalan buntu. Padahal kedatangan mereka, hanya untuk menyampaikan aspirasi.(4bink/habari.id)