Buku-buku yang ditulis Muhammad Makmun Rasyid, mampu mengubah tatanan kehidupan sosial, politik dan budaya. Pria yang lama tinggal di Pantai Lemito, Pohuwato ini, telah ‘mewarisi’ tradisi pemikiran para cendekiawan Muslim. Ia yang juga seorang Hafidz, mampu menghadirkan karya Islami yang menyentuh aspek spiritual. Muhammad Makmun Rasyid, jadi inspirasi Gorontalo. (Sabrin Maku, HABARI.ID)
“Tiga sampai lima buku, bisa dia selesaikan hanya melalui gawai yang tanpa nomor dan tak terhubung Internet. Itu dia orangnya!,” ungkap Funco Tanipu, dengan telunjuk mengarah ke sosok laki-laki berperawakan kecil, berbaju koko lengan pendek, berpeci, dengan tas hitam yang melekat di punggungnya.
“Dia penulis buku, ‘Hizbut Tahrir Indonesia: Gagal Paham Khilafah’. Dan, dia anak Gorontalo,” kata Funco saat Iftar bersama Pengurus Pusat Keluarga Alumni Gadjah Mada (KAGAMA) di auditorium Kementerian PUPR, Sabtu (25/05/2019).
Perjumpaan dengan M. Makmun Rasyid, berlanjut di Hotel Century setelah buka bersama itu. Sempat ia menyerahkan tiga buah buku karyanya; Islam yang Mengayomi (Sebuah Pemikiran KH. A. Hasyim Muzadi), HTI: Gagal Paham Khilafah, dan buku berjudul Harta Berharga Seorang Muslim, kepada Wali Kota Gorontalo Marten Taha.
“Hebat. Jarang ada anak muda yang menjadikan penulis sebagai pilihan, terlebih lagi menjadi penulis spesialisasi tafsir Qur’an,” ucap Wali Kota pertanda kagum dengan apa yang sudah dilakukan Makmun.
Banyak hal yang diungkap pada kesempatan berbincang dengan pria kelahiran 1992 itu, pria yang telah melewati proses “mencipta” melalui tulisan-tulisannya.
Penulis yang baik, karena ia menjadi pembaca yang baik. Makmun mulai aktif menulis pada tahun 2013, saat duduk di bangku kuliah semester empat program sarjana di Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok. Ia banyak membeli buku, lalu membacanya. Besar hasrat anak kedua dari lima bersaudara itu untuk menjadi seorang penulis.
KH. Hasyim Muzadi, menjadi tokoh panutannya. Makmun pun menerbitkan buku pertamanya yang berjudul; Politisasi Agama. Buku yang satu ini, adalah kompilasi artikel-artikel yang ditolak di media lokal dan nasional.
“KH. Hasyim Muzadi adalah inspirasi saya, saat beliau menyuguhkan “dawuh”-nya (petuahnya). Ketika dakwah bi al-Hikmah dicibir sebagai perilaku bid’ah, ketika dakwah bi Al-Lisan dibatasi oleh keadaan, maka dakwah bi al-Qalâm sesungguhnya sedang menjadi kebutuhan,” kata Makmun.
Dakwah bi al-Qalâm, kata Makmun, memberi alasan kuat bagi dakwah bi al-Hikmah. Mampu menerobos sekat-sekat keterbatasan dakwah bi al-Qalâm, serta menstimulasi bahkan menginspirasi munculnya ragam dakwah bi al-Qalâm, dalam format wacana tambahan, wacana bandingan hingga wacana bantahan.
Sebelum menjadikan menulis sebagai “jalannya”, Makmun adalah seorang hafidz. Ia gemar menuliskan 30 Juz Al-Qur’an dalam albumnya. Itu dilakukannya, karena dia sadar akan IQ-nya yang susah menangkap sesuatu, kalau tidak dituangkan dalam bentuk tulisan.
Di usai 9 tahun, ia sudah menyelesaikan hafalan 30 Juz. Banyak buku dan 41 antologi sudah ia terbitkan. Makmun ingin memberi motivasi generasi bangsa ini, terlebih khusus generasi muda Gorontalo.
Selain KH. Hasyim Muzadi, ada Prof. Dr. Quraish Shihab, yang juga menjadi inspirasinya. Saking dia mengidolakan Prof. Quraish Shihab dan pemikiran-pemikirannya, buku Quraish Shihab dibacanya berulang kali.
“Semua buku-bukunya jadi referensi masyarakat. Tapi untuk buku bacaan, semua buku saya baca, kecuali saya cepat ngantuk kalau baca novel,” ucap Makmun.
Tokoh penulis internasional, Makmun mengidolakan Syeikh Wahbah Zuhaili. Syeikh Wahbah Zuhaili adalah sosok pemilik karya tulisan yang lebih banyak dari pada usianya.
Demi Serambi Madinah yang “Sempurna”
Makmun termasuk penulis yang unik. Tidak banyak penulis yang secara spesifik menulis tentang tafsir Al Qur’an semacam dia. Ia ingin ada generasi muda, paling tidak di Gorontalo, yang bisa menulis dengan spesialisasi tafsir Qur’an ini. Kata Makmun, Gorontalo tidak saja kekurangan Kiayi dan Ulama, tapi juga kekurangan SDM yang ahli di bidang Al Qur’an secara utuh.
“Kalau yang bicara, banyak. Tapi yang benar-benar paham, sedikit. Itu sebabnya saya bisa mendobrak ini agar generasi muda kembali meminati penulisan spesialisasi ini.
Saya beri contoh, SDM yang pakar di bidang Qiraat Sab’ah (7 varian bacaan al-Qur’an) sedikit. Kalau pun ada, mungkin tidak spesifik. Maka saya sering bertemu orang-orang dan mencari anak Gorontalo yang mau saya biayai, tapi dia harus hafal Qur’an 30 juz dan ahli Qiraat Sab’ah dan varian ilmu-ilmu Qur’an.
Sebab, kalau stoknya kurang, maka Serambi Madinah menjadi tidak seimbang. Syarat Serambi Madinah, yang bukunya masih saya tulis, adalah banyaknya stok pengahfal Qur’an dan mengerti ilmu-ilmu Qur’an secara komprehensif,” jelas Makmun.
Tak hanya sedang mencari generasi muda yang ingin menjadi penulis, Makmun juga kerap mengajak para pejabat untuk menulis. “Saya siap membantu. Harapan saya sangat sederhana. Para pejabat dan Guru-Guru Besar bisa melestarikan Firman Pertama Allah dalam Qur’an sebagai budaya baru di Gorontalo,” tutup Makmum.###