Hari ke-4 PSBB: Pedagang di Pasar Kayubulan Nyaris Bentrok dengan Aparat

oleh
Hari ke-4 PSBB Pedagang di Pasar Kayubulan Nyaris Bentrok dengan Aparat
Aparat keamanan dan pedagang sempat bersitegang di pasar Kayubulan, Limboto, Kamis (07/05/2020).[foto_dwi/habari.id]
banner 468x60
HABARI.ID I Menolak dibubarkan, pedagang pasar mingguan Kayubulan, Limboto, nyaris bentrok dengan aparat keamanan, Kamis (07/05/2020). Hari ke-4 penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di wilayah Gorontalo, adalah fase dimulainya penindakan setelah tiga hari pemerintah melakukan sosialisasi.

Kemelut penutupan pasar mingguan ini mamang sudah terasa sejak awal diberlakukannya PSBB. Aturan yang mewajibkan pasar mingguan ditutup dan pasar harian tetap dibuka, memantik timbulnya kesenjangan di antara para pedagang.

Pemerintah Kabupaten Gorontalo pun menyiasatkan pasar mingguan dialihkan menjadi pasar harian. Tapi sepertinya, perubahan tidaklah mudah. Pasalnya, sebagian penjual barang dan bahan kebutuhan harian di pasar mingguan ini berasal dari luar daerah.

Awalnya, Bupati telah menginstruksikan pasar mingguan dialihkan ke pasar-pasar harian, dengan melakukan penambahan luas pasar.

Hari ke-4 PSBB Pedagang di Pasar Kayubulan Nyaris Bentrok dengan Aparat
Suasana di Pasar Mingguan, Kayubulan, Limboto, Kamis (07/05/2020).[foto_dwi/habari.id]
Ini dilakukan sebagai konsekuensi dari aturan yang telah tertuang dalam Pergub Pedoman Pelaksana PSBB Pasal 14 Ayat 3 point (a).

Namun pemberlakukan tersebut menjadi tidak efisien bahkan terkesan belum matang. Kabid Perdagangan, Rahmat, saat diwawancarai menjelaskan bahwa pihaknya belum memegang hal yang menjelaskan tentang sanksi dari aturan tersebut.

“Ada kebijakan untuk tidak menyamakan PSBB kita dengan PSBB di luar daerah sana. Dan saya pun belum tahu sanksinya seperti apa,” jelas Kabid Rahmat.

Sehari sebelumnya, Kadis Perindang Kabupaten Gorontalo, Gusti Tomayahu, juga sempat mengungkap ada kesulitan soal penataan pasar mingguan ini.

“Kita sudah upayakan di beberapa tempat pasar mingguan menjadi pasar harian. Tapi hal itu tidak mudah mengingat para pedagang mingguan kebanyakan berasal dari daerah lain,” ungkap Gusti Tomayahu.

Selama PSBB, pasar mingguan harus ditutup. Pembubaran yang dilakukan oleh Satpol PP dan TNI ini merupakan langkah tegas dari penegakan aturan PSBB.

Namun ini tidak diindahkan oleh para pedagang. Pasalnya pedagang sendiri, merasa kebijakan menutup aktivitas pasar mingguan ini sangat memberatkan mereka yang hanya bergantung pada pendapatan dari aktivitas pasar tersebut.

Mimin, seorang pedagang rempah-rempah di pasar mingguan mengungkap kekecewaannya dengan kebijakan yang diberlakukan pemerintah yang terkesan tidak memperhatikan nasib para pedagang.

“Tidak berjualan, kita mau makan apa?!. Saya ini penjual rempah-rempah. Kalau tidak berjualan bisa rusak (busuk) dagangan saya. Dua minggu kita mau makan apa?!.” ungkapnya lirih.

Mimin dan para pedagang lain berharap kebijakan pemerintah terkait PSBB ini tidak mengorbankan masyarakat kecil.

Tidak ada alternatif solusi dari pemerintah soal penyelenggaraan pasar ini, membuat pedagang merasa sangat kecewa. Ditekan oleh kebutuhan hidup, membuat para pedagang bersikeras. Mereka menuntut keadilan; jika pasar mingguan ditutup, maka pasar harian juga harus ditutup.

“Kita banyak kebutuhan. Mulai dari memberi anak-anak kita dan juga kebutuhan lainnya. Kalau mau tutup pasar ini, tutup juga pasar lainnya,” kata Mimin.(dwi/habari.id)

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan