HABARI.ID | Partai Gerindra kukuh mengusung kembali Prabowo Subianto sebagai calon Presiden pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sekretaris Jederal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani ingin memastikan kesiapan pengurus jajaran dalam memenangkan Prabowo dan Gerindra di Gorontalo pada pesta demokrasi nanti.
“Sudah diputuskan dalam rapat pimpinan nasional tanggal 12 Agustus mencalonkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden 2024 dan keputusan itu sudah kita ambil secara bulat, termasuk di dalamnya ada jajaran pengurus partai, ranting PAC sampai DPD Gerindra Gorontalo,” tegas Ahmad Muzani.
Ahmad Muzani tak ingin sesumbar mengenai berapa banyak suara pemilih Prabowo Subianto di Gorontalo nantinya. Yang pasti Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI) ini yakin bahwa Gerindra bisa menang di Gorontalo dan Menteri Pertahanan itu menjadi Calon Presiden.
“Pokoknya Prabowo Subianto Presiden, dan Partai Gerindra menang di Provinsi Gorontalo,” jelas Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani usai kegiatan sosialisasi 4 pilar di Hotel Damhil UNG, Rabu (12/10/2022).
Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) telah bersepakat untuk melipatgandakan kekuatan mesin politik di Pemilu 2024 akan datang. Dalam koalisi kedua partai politik tersebut masih akan menetukan siapa yang bakal menjadi Presiden dan Wakil Presiden 2024 nanti.
“Kita sudah mencatat satu kebersamaan menjalin kerjasama, dalam koalisi antara Gerindra-PKB disepakati bahwa Calon Presiden dan Wakil Presiden ada dua nama, yakni Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar. Keduanya akan saling bertemu, berbicara untuk posisi-posisi itu,” ucap Ahmad Muzani.
Butuh Pemimpin Ideal di Tengah Ancaman Resesi Global
Sementara itu, dalam kegiatan sosialisasi empat pilar kebangsaan, Wakil Ketua MPR RI itu menyentil tentang pentingnya rakyat memahami kwalitas, kapasitas dan kapabilitas calon pemimpin yang nantinya bakal dipilih. Dirinya bahkan membeberkan karakteristik pemimpin yang ideal di tengah ancaman resesi global.
Ahmad Muzani menjelaskan, di era demokrasi modern malah banyak cara mempertontonkan pencitraan ketimbang kepedulian dan pengetahuannya tentang masalah yang sesungguhnya di hadapan rakyat.
“Hari ini ada kecenderungan bahwa kita dipertontonkan dengan calon-calon pemimpin yang hanya memenuhi kepuasan rakyat sesaat. Misalnya dengan membuat fasilitas yang hanya menjadi tempat-tempat selfie. Dengan cara-cara seperti itu, maka hampir semua sisi negatif dari calon pemimpin itu tidak kelihatan …,”
“Saat ini semua calon pemimpin akhirnya memilih jalan itu, tanpa betul-betul memahami apa yang menjadi masalah bangsa hari ini, apa yang menjadi masalah substansi dan kebutuhan rakyat saat ini …,”
“Ketika rakyat memilih calon pemimpin seperti ini, pada akhirnya harapan rakyat menjadi fatamorgana karena ketidakmampuan pemimpin tersebut untuk menjadi pemimpin yang ideal,” ungkapnya.
Menurutnya, Indonesia ke depan harus memiliki pemimpin yang kuat dengan memahami permasalahan substansi kerakyatan dan ancaman global. Ancaman resesi dan perang nuklir saat ini, kata Muzani, harus disikapi dengan cermat karena implikasi dari perang Rusia-Ukraina sudah melanda negara-negara Eropa Barat.
“Tanda-tanda krisis akibat resesi sudah terjadi di Inggris. Orang mulai antri buat makan. Di Kota London, semua makanan harganya naik 25 persen. Negara yang begitu luar biasa makmur dan kaya, tapi sekarang harga makanan sangat mahal …,”
“Biaya listrik naik 70 persen, air bersih naik 50 persen. Dan di negara-negara Eropa Barat semua sekarang sedang menghadapi musim dingin. Supply gas yang selama ini dari Rusia sekarang ditutup,” kata Muzani.
Muzani menekankan pentingnya Indonesia untuk mengantisipasi ancaman-ancaman resesi dengan cermat. Muzani juga menyinggung persoalan tentang pujian International Monetary Fund (IMF) yang mengatakan ekonomi Indonesia ialah cahaya di tengah kegelapan.
“Anehnya di tengah situasi seperti sekarang, IMF justru memuji Indonesia dianggap ekonominya paling bercahaya. Kalau sudah dipuji IMF, hati-hati terhadap pujian IMF. Kita punya pengalaman menghadapi krisis berat 98 dan menjadi krisis politik. Saat itu kita terlena dengan pujian IMF yang mengatakan fundamen ekonomi kita cukup kuat …,”
“Ketika itu resesi terjadi lebih dulu di negara Thailand. Namun dalam hitung minggu usai IMF memuji kita, Indonesia mengalami hal yang sama dengan Thailand, bahkan lebih parah. Apa artinya? Apa yang dikatakan IMF tidak relevan, jangan-jangan mereka memuji agar kita terlena,” tandasnya. (dik/habari.id)