HABARI.ID I Rapat kerja yang digelar Komisi I DPRD Provinsi (Deprov) Gorontalo Selasa (28/01/2020), menghadirkan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Pada rapat tersebut, Komisi I mengungkap dan menyoroti berbagai persoalan menyangkut lahan hak guna usaha (HGU).
Beberapa persoalan HGU yang mengemuka pada rapat yang dipandu Ketua Komisi I, AW Thalib ini, merupakan tindak lanjut dari aspirasi masyarakat.
“Pekan lalu kami (Komisi I) hadir pada dialog yang dipusatkan di Makorem 133/Nani Wartabone. Di tengah dialog tersebut, disinggung soal lahan HGU …,”
“Kami pun pada Sabtu pekan kemarin, menindaklanjuti aspirasi masyarakat yang disampaikan pada dialog itu, dengan meninjau lahan HGU di Desa Tolotio, yang diketahui sudah berakhir sejak tahun 1980-an,” terang Aleg Komisi I, Adhan Adhan Dambea.
Meski sudah berakhir, kata Adhan, belum ada kejelasan status, apakah lahan HGU diperpanjang atau tidak. Menurut Adhan, sesuai regulasi dan aturan perundang-undangan yang ada, lahan HGU minimal hanya bisa diperpanjang dua kali.
“Kalau tidak ada perpanjangan, maka secara otomatis harus dikembalikan ke Negara. Tetapi, berdasarkan laporan masyarakat desa Tolotio, sudah sekian tahun tidak jelas status HGU-nya tapi sudah dibuatkan sertifikat kepemilikan (perseorangan) oleh BPN,” kata Adhan.
Adhan mencatat ini sebagai sebuah keanehan. Pasalnya, masyarakat yang sudah sekian tahun menggarap lahan itu, juga tidak mendapat kepastian hukum status kepemilikan lahan.
“Mereka (masyarakat), hanya ingin kepastian hukum saja. Apalagi mereka sudah puluhan tahun menggarap di lahan yang masih bersengketa itu,” kata Aleg yang dikenal vokal itu.
Lanjut Adhan, “Kami berikan waktu sebulan kepada seluruh BPN kabupaten dan kota juga provinsi, untuk mengkaji hasil temuan kami ini. Kami berharap, apa yang menjadi pembahasan dalam forum ini, ditindaklanjuti oleh BPN, dan dicarikan solusinya,” jelas Adhan.
Persoalan lain menyangkut lahan tersebut, adalah adanya klaim dari keluarga yang mengaku ahli waris lahan HGU.
“Lahan itu dianggap sudah menjadi aset keluarga Gobel, dan seenaknya mereka sudah membagi-bagikannya kepada keturunannya sebagai lahan budel,” kata Adhan.
terhadap persoalan seperti ini, kata Adhan, BPN harus tegas. “Masyarakat menginginkan ada sikap tegas dari BPN. Ini sama halnya dengan lahan HGU di Kecamatan Bongomeme, yang terinformasi bahwa pemegang hak lahan pertama adalah, Fadel Alhasni,” papar Adhan.
Menariknya lagi, setelah Komisi I ke wilayah Bongomeme, informasi yang didapat berbeda dengan informasi yang pertama yang diterima Komisi I.
“Para penggarap sudah dimintai uang oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, bahkan ada tanda bukti kwitansinya. Orang pertama yang membuat kwitansi itu, adalah Fadel Alhasni, yang sudah meninggal dunia …,”
“Kemudian dilanjutkan istrinya yang menerima uang. Jadi dari transaksi itu, seakan-akan lahan HGU itu milik pribadi mereka. Padahal seharusnya, lahan HGU yang tidak diperpanjangan ini dikembalikan ke Negara,” tandas Adhan.
Lain halnya dengan yang diungkap Ketua Komisi I, AW Thalib yang tidak hanya mengungkap soal adanya pihak-pihak yang mengaku dan merasa sebagai pewaris lahan HGU atau eks HGU.
“Masih banyak pembebasan lahan yang bermasalah. Ini jelas menghambat pembangunan yang dilakukan pemerintah,” kata AW Thalib.
AW Thalib mencontohkan soal pembangunan Gorontalo Outer Ring Road (GORR) dan pembangunan bendung Bolango Ulu yang hingga kini belum selesai. Sementara itu adalah program strategis nasional di daerah.
“Belum lagi lahan-lahan di sekitaran danau Limboto, yang sertifikatnya tidak kunjungan terselesaikan,” ujar AW Thalib.
Masalah tentang HGU juga diungkap oleh Aleg lainnya. Oktohari Dalanggo, mengungkap masalah yang hampir mirip dengan yang disampaikan Adhan Dambea.
“Rata-rata lahan HGU di Boalemo, belum dilakukan perpanjangan. Bukan hanya itu saja, ada pula beberapa lahan HGU yang sudah dibangun tempat tinggal oleh masyarakat, bahkan ada yang dijadikan lapangan olahraga dan sulit dikeluarkan,” beber Oktohari.
Ada pula praktek oknum kepala desa turut mendukung pengalihan lahan HGU itu. “Jauh sebelumnya, saat saya masih menjabat sebagai Ketua DPRD Boalemo, terkait dengan persoalan ini sempat kami buatkan Pansus. Hanya untuk mendapatkan data dari pabrik gula PT. Tolangohula yang diketahui sudah empat kali berubah nama itu, pimpinannya sangat sulit ditemui …,”
“Sudah banyak masyarakat yang menjadi korban.Baru-baru ini saja, ada masyarakat yang menanam jagung dengan status pinjam pakai pada perusahaan. Tapi tiba-tiba dikosongkan lahan yang sudah ditanami jagung,” kata Oktohari.
Lain lagi dengan Ance Robot. Ance menganggap ada banyak juga persoalan menyangkut HGU di wilayah kabupaten Gorontalo Utara yang perlu diselesaikan. Tapi ia menganggap percuma menyampaikan berbagai persoalan tersebut jika tidak ada BPN Gorontalo Utara.
Sementara anggota Komisi I lainnya, Hidayat Bouti, menganggap bahwa persoalan HGU ini sulit untuk diselesaikan BPN di daerah. “Jangankan BPN di daerah, BPN Pusat saja sulit menyelesaikan persoalan HGU yang pelik ini,” kata Hidayat.
“Kami pernah membawa persoalan ini ke pemerintah pusat, namun jawaban mereka tidak semudah itu untuk mengembalikan hak atas lahan tersebut. Artinya, sampai dengan sekarang belum ada solusi terbaik dari BPN,” tegasnya.
Aleg lainnya, Irwan Mamesah, juga turut angkat bicara. Ia meminta kepada BPN untuk bisa mengurai duduk persoalan HGU ini. “BPN harus menjelaskan kepada masyarakat mengenai status lahan-lahan ini. Termasuk status lahan (HGU) yang sudah diklaim, apakah itu sah atau tidak,” kata Irwan.
Dari banyaknya persoalan lahan HGU yang diungkap Aleg Komisi I, unsur BPN yang hadir pada rapat kerja tersebut mengatakan akan menindaklanjuti persoalan, masukan dan saran yang disampaikan dengan melakukan pengkajian dan penelusuran duduk persoalan HGU.(4bink/habari.id)