GORONTALO – Karena tak punya rumah sakit rujukan tersier, 2.481 pasien di Gorontalo harus dirujuk keluar daerah. Jumlah tersebut baru merupakan perhitungan rata-rata pertahun dari dua rumah sakit, Rumah Sakit MM Dunda yang ada di wilayah kabupaten Gorontalo, dan Rumah Sakit Aloei Saboe di kota Gorontalo.
Kebanyakan dari pasien yang membutuhkan rumah sakit dengan fasilitas kesehatan representatif ini, dirujuk ke Manado, Makassar, Jakarta dan Surabaya.
Biaya yang dikeluarkan selama 1 minggu berobat diperkirakan berada pada nominal 12 hingga 15 Juta Rupiah. itu berarti ada sekitar Rp. 59,4 miliar yang habis digunakan untuk berobat selama sepekan. Jumlah rupiah yang lumayan fantastis!.
“Biaya yang harus ditanggung bisa saja lebih besar dari itu. Untuk berobat keluar daerah, pasien pasti akan didamping keluarga.
Belum lagi ongkos akomodasi dan transportasi selama menjalani perawatan di rumah sakit luar daerah itu,” Kepala Bapppeda Budiyanto Sidiki yang diwawancarai usai gelar Forum Diskusi Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Rumah Sakit Ainun Habibie, Minggu (18/8/2019).
Pemerintah provinsi Gorontalo memang mengalokasikan anggaran untuk membantu masyarakat yang akan dirujuk ke rumah sakit tersier.
Per tahun, pemerintah menyiapkan Rp. 1,25 miliar. Tapi dengan jumlah pasien rujukan yang mencapai ribuan itu, angka Rp. 1,25 miliar ini jelas hanya bisa meng-cover puluhan pasien saja.
“Dana yang disiapkan itu, hanya bisa mengakomodir 20 sampai 25 pasien miskin. Itu pun bergantung pada rumah sakit rujukan tersier yang dituju,” kata Budi.
Kajian ini, kata Budi, menjadi dasar dan alasan hingga pemerintah provinsi Gorontalo berencana mengembangkan Rumah Sakit Ainun melalui skema KBPU, yang pembangunannya melalui investasi swasta, menjadi rumah sakit modern yang dilengkapi dengan alkes canggih dalam waktu yang relatif singkat.
Kalau RS Ainun ini sudah menjadi rumah sakit rujukan tipe B, pasien tak perlu lagi berobat di luar daerah.(hms/pmprv/fp/habari.id)