HABARI.ID I Video pengrusakan bangunan yang akan dijadikan Mushalah Al Hidayah di Perumahan Agape desa Tumaluntung, kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara tadi malam, rame beredar di jagat maya.
Dilihat sepintas, kejadian ini “mencederai” Sulawesi Utara yang dikenal sebagai daerah yang tinggi toleransinya.
Tapi suasana pasca kejadian, justru mencerminkan bahwa wilayah Sulawesi Utara masih layak menyandang predikat wilayah “paling toleran” di Indonesia.
Tengoklah!, bagaimana reaksi dan cara yang dilakukan elemen masyarakat, mulai dari Laskar Manguni Indonesia (LMI), tokoh lintas iman, dan organisasi kepemudaan Islam (GP Ansor) di Minahasa Utara, meredam munculnya bias isu sara.
Mereka langsung menggelar rembuk bersama disaksikan unsur Forkopimda. Pertemuan tersebut sebagai bentuk respon cepat tanggap antara berbagai pihak dan pemerintah setempat.
LMI Minahasa Utara melalui Ketuanya, Hanny, dengan tegas mengecam tindakan pengrusakan itu, dan menyampaikan bahwa oknum-oknum yang melakukan tindakan itu, bukan bagian dari Laskar Manguni.
Jajaran pengurus LMI Minahasa Utara, sempat melakukan penyelidikan dan hasil penyelidikan mereka telah diserahkan dan disampaikan kepada Forkopimda Minahasa Utara.
“Terkait pengrusakan bangunan yang di anggap Mushalah ini, itu sama sekali tidak benar pelakunya LMI …,”
“Saya sudah menyelidiki dan melakukakan koordinasi dengan Ketua-Ketua LMI yang ada di Minut, dan informasi yang didapatkan, para pelaku itu bukan anggota LMI, melainkan oknum-oknum dari luar yang tidak bertanggungjawab,” kata Ketua LMI Minahasa Utara, Hanny.
Terlepas dari keanggotaan ataupun bukan, Hanny sangat menyesalkan kejadian itu. Dirinya berharap setiap elemen masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan kejadian tersebut.
Sejauh pihaknya dan Forkopimda Minahasa Utara serta berbagai tokoh lintas agama lainnya telah mencarikan solusi dan penanganan atas tindakan yang melanggar hukum itu.
“Tadi saat pertemuan, ada tiga yang menjadi kesepakatan bersama; Pertama, bangunan yang dirusak itu, diminta untuk tidak digunakan dulu; Kedua, bangunan yang dirusak itu akan diperbaiki; dan yang ketiga, masyarakat Muslim yang ingin menjadikan tempat itu sebagai masjid, diminta untuk melengkapi berkas penguruskan izin, setelah itu nantinya akan diberikan izin pembangunan Masjid,” jelas Hanny.
Kejadian ini, jadi bentuk pembelajaran. Dan pemerintah diharapkan lebih bisa proaktif dengan mempermudah pengurusan administrasi pembangunan, terutama rumah ibadah.
“Saya meminta kepada masyarakat, jika ada bangunan tempat ibadah yang belum memiliki izin, jangan pihak individu atau kelompok yang menangani soal itu. Sebab itu akan memancing perlawanan dari pihak lain, biarkan saja pemerintah yang akan menangani hal itu,” pungkasnya.
Hanny juga menambahkan, Indonesia sebagai negara toleran, harus bisa menyikapi secara bijak kejadian-kejadian seperti ini demi mempertahankan kerukunan antar umat beragama.
Dirinya meminta Masyarakat Muslim maupun Non Muslim untuk tetap mengedepankan toleransi dalam menyikapi isu, apalagi isu syara seperti ini.
“Jangan mudah terprofokasi dan tetaplah menahan diri. Bisa saja ada orang-orang tertentu yang akan memanfaatkan situasi ini. Kita tentu tidak menginginkan kejadian seperti di Ambon, terjadi,” ungkapnya.(dwi/prosesnews.id/habari.id)