Perpres Penanganan Banjir Gorontalo Ditarget Selesai Akhir September

oleh
Rapat yang dipimpin Direktur Pengairan dan Irigasi, Kementrian PPN/Bappenas Abdul Malik Sadat Idris bersama kepala Bappeda dan dinas terkait, Selasa (25/8/2020).
banner 468x60
HABARI.ID I Sebagai tindak lanjut rapat bersama antara Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri ATR/PPN Sofyan Djalil, perwakilan Kementrian/Lembaga terkait dengan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang penanganan banjir Gorontalo terus dikebut.

Perpres tentang penanganan banjir Gorontalo tersebut ditargetkan selesai pada akhir September 2020 dan bisa dilaksanakan pada medio November hingga Desember 2020 mendatang.

Pada rapat yang dipimpin Direktur Pengairan dan Irigasi, Kementerian PPN/Bappenas Abdul Malik Sadat Idris bersama sejumlah Kepala Bappeda dan dinas terkait, dibahas tentang rencana aksi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk penanganan banjir Gorontalo 2021-2024 mendatang.

“Intinya, penanganan pengurangan risiko banjir Gorontalo ini ditargetkan Perpres dan Rencana Aksi diajukan September. Tapi kita tidak berangkat dari nol perencanaannya, sebagian sudah banyak kajian yang komprehensif termasuk yang dilakukan oleh JICA tahun 2002 lalu,” kata Kepala Bapppeda Provinsi Gorontalo, Budiyanto Sidiki usai rapat, Selasa (25/8/2020).

Dijelaskan Budiyanto, kajian JICA masih relevan dengan masalah banjir Gorontalo. Di antaranya tentang normalisasi sungai Bone dan Bolango, revitalisasi danau Limboto dan pembangunan Waduk Bulango Ulu dan Bone Ulu.

Namun demikian, perlu dilakukan pembaruan dan penyesuaian data, seperti kondisi penyempitan sungai akibat pemukiman, jumlah kepala keluarga terdampak rencana waduk Bone Hulu, termasuk data luas lahan kritis dan lain sebagainya.

“Data ini yang segera disiapkan baik oleh provinsi dan teman-teman kabupaten/kota. Kita berharap segera ditindaklanjuti dan segera dimasukkan ke Bappenas,” tambah Budiyanto.

Selain pembangunan dan revitalisasi aliran air, pemerintah daerah juga diminta berkontribusi aktif untuk mengurangi lahan kritis akibat penambangan dan juga pemanfaatan lahan pada kemiringan di atas 15%.

Pola-pola lama seperti rehabilitasi hutan dinilai tidak cukup untuk menangani persoalan di hulu, khususnya yang menjadi daerah tangkapan air (catchmen area), melainkan lebih banyak melalui memberdayakan warga dengan program sosial ekonomi yang berkelanjutan.

“Penanganan lahan kritis tidak efektif jika hanya dilakukan oleh kementerian saja. Ajakan pak direktur tadi, pemerintah daerah melakukan program-program yang sifatnya edukatif dan berkelanjutan khususnya bagi petani yang bercocok tanam di kemiringan lereng di atas 15%,” ujar Budiyanto.

Sebelumnya, Data Tahun 2019 menyebutkan bahwa luas lahan kritis dan sangat kritis di Provinsi Gorontalo sebesar 334.474 hektar, terdiri dalam kawasan hutan sebesar 143.184 Hektar dan luar kawasan hutan 191.290 Hektar.

Lahan kritis dalam kawasan hutan sebesar 36.596 hektar dan sangat kritis 105.588 hektar. Sementara luas lahan kritis di luar kawasan hutan yakni 40.820 hektar dan sangat kritis 150.470 hektar.

Artinya, luasan lahan kritis dan sangat kritis terbesar ada di luar kawasan atau pada APL (Area Pemanfaatan Lain) yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam pencegahan dan pembinaannya.(rls).

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan