HABARI.ID, TULUNGAGUNG I Penggunaan limbah Fly Ash and Bottom Ash (limbah FABA) pada produksi batako oleh salah satu pabrik yang ada di Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung, mulai terkuak.
Dinas terkait terus melakukan pendalaman terhadap penggunaan limbah logam berat sebagai bahan baku pengganti pada industri manufaktur yang disinyalir tidak sesuai ketentuan ini.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tulungagung sempat ‘turun tangan’ dan masih menunggu tindak lanjut dari Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Surabaya.
Berita Terkait: Pabrik Di Tulungagung Ini Diduga Timbun Limbah Logam Berat
“Kita (DLH) sudah melaporkan dan menyurat ke Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Surabaya pada tanggal 7 Januari 2021 …,”
“Dan masih menunggu kedatangan Gakkum LHK Surabaya. Soal kapan datangnya, nah itu yang kita belum tahu persis,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tulungagung melalui Kabid Penaatan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup, Reni Fatmawati, Minggu (31/01/2021).
Reni lalu menjelaskan panjang lebar seputar fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu dasar) yang merupakan sisa dari pembakaran batubara dan masuk dalam kategori limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya) …,
Serta beberapa ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi ketika limbah tersebut jadi bahan dasar atau bahan pengganti dalam industri manufaktur.
Fly ash and bottom ash adalah limbah yang mengandung oksida logam berat yang akan mengalami pelindian secara alami dan mencemari lingkungan.
“B409, fly ash, adalah hasil dari proses pembakaran batubara di fasilitas pembangkitan listrik tenaga uap PLTU, boiler dan/atau tungku industri …,”
“Sedangkan B410, bottom ash, yang merupakan endapan dari hasil dari proses pembakaran batubara pada fasilitas PLTU, boiler dan/atau tungku industri,” kata Reni.
Limbah B3 kategori 2 merupakan limbah yang memiliki efek tunda (delayed effect), dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan hidup serta memiliki toksisitas sub-kronis atau kronis.
“Abu hasil pembakaran merupakan hasil penguraian mineral silikat, sulfat, sulfida, karbonat, dan oksida yang terdapat dalam batubara …,”
“Limbah fly ash and bottom ash mengandung unsur arsenic (As), barium (Ba), berrylium (Be), boron (B), cadmium (Cd), chromium (Cr), cobalt (Co), copper (Cu), fluorin (F), lead (Pb), mangan (Mn), nikel (Ni), selenium (Se), strontium, thalium (Th), vanadium dan zinc (Zn)”.
Lanjut Reni, fly ash dan bottom ash terutama terdiri atas senyawa silicate glass yang mengandung silika (Si), alumina (Al), ferrum (fe), dan kalsium (Ca).
Kandungan kecil senyawa lain yang terdapat dalam limbah ini adalah magnesium (Mg), sulfur (S), sodium (Na), potassium (P), dan karbon (C).
“Kandungan bahan berbahaya yang ada dalam fly ash antara lain; arsenic, berilium, boron, cadmium, chromium, cobalt, lead, mangan, merkuri, selenium, strontium, thallium, vanadium, juga mengandung dioksin dan senyawa PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbon),” katanya.
Wajib Patuhi Ketentuan Pemanfaatan Limbah B3
Masih menurut Reni, perkembangan pengetahuan, FABA bisa mengakibatkan pencemaran air tanah dan air permukaan, jika terjadi pelindian logam-logam dalam FABA. Pelindian hanya terjadi secara signifikan untuk bahan yang berpotensi menimbulkan asam.
Limbah FABA, menurut Reni, bersifat basa. Dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2020 tentang Tata Cara Uji Karakteristik dan Penetapan Status Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Produk yang memanfaatkan limbah B3, kata Reni, harus lolos uji TCLP (toxicity caracteristic leaching procedure) untuk mengetahui apakah logam berat yang terdapat di dalam produk aman atau tidak terlepas ke media lingkungan.
“Prosedur Pelindian Karakteristik Beracun (TCLP) adalah prosedur laboratorium untuk memprediksi potensi pelindian B3 dari suatu Limbah menurut PP 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 …,
“Pada tahap uji coba pemanfaatan limbah B3 juga harus ada izin dari Kementrian LHK,” jelasnya.
Batako Berbahan Dasar Fly Ash dan Bottom Ash Rendah Kualitas
Batako yang berbahan dasar fly ash dan bottom ash, yang konon kabarnya sempat diproduksi pabrik tersebut, sempat disumbangkan untuk pembangunan salah satu sarana ibadah yang ada di Kecamatan Kedungwaru.
Sekdes Desa Ngujang, Eko Yulianto, membenarkan adanya sumbangan batako dari salah satu pabrik yang berada di desanya untuk pembangunan Mushola Arahman.
Awalnya, dia tidak mengetahui batako yang disumbangkan ke Mushola, terbuat dari fly ash dan bottom ash.
“Saya sebelumnya juga tidak tau batako itu terbuat dari apa. Hanya ada yang bilang ada yang nyumbang batako …,”
“Pihak Desa Ngujang sendiri baru mengetahui batako yang disumbangkan ke mushola terbuat dari fly ash and bottom ash hasil dari musyawarah pimpinan kecamatan (Muspika) awal Januari 2021,” ucap Eko, Kamis (28/01/2021).
Di tempat terpisah, Suyanto pengurus Mushola Arahman, yang terletak di dusun Trimulyo Desa Ngujang mengatakan, mendapatkan sumbangan batako sebanyak 400 biji dari pabrik tersebut.
“Batako yang disumbangkan dari pabrik berbeda dengan batako lainnya. Kaalitasnya (sepertinya) kurang bagus karena mudah patah,” kata Suyanto.
“Waktu kemarin mengambil batako di dalam pabrik terasa baunya, sebenarnya abu batu bara itu efeknya tidak bagus,” kata Suyanto.
Suyanto, sebenarnya, juga melihat ada hal yang janggal. Mulai dari model dan bentuk batako yang disumbangkan pihak pabrik, tidak sama dengan batako lainnya.
“Barangnya (batako) gak sama dengan yang lainnya. Mutunya kurang bagus, kelihatannya bukan dari pasir bahannya,” tuturnya.
Hingga berita ini tayang, belum ada keterangan dari pihak pengelola pabrik. Tak ada aktivitas pekerja maupun bunyi mesin saat awak habari.id mendatangi pabrik tersebut.
Sulit untuk masuk ke area pabrik dengan pintu yang terkunci rapat dan pagar setinggi kurang lebih 2 meter yang mengelilingi pabrik. Tak ada respon dari dalam pabrik saat awak habari.id sedikit menggedor pintu yang terbuat dari besi itu. (fal/habari.id)