HABARI.ID, KOTA BLITAR I Soal penataan dan masih adanya kesenjangan antara pasar tradisional dan pasar (ritel) modern, menjadi fokus pembahasan antara Pansus DPRD Kabupaten Banyuwangi dengan Komisi II DPRD Kota Blitar, Kamis (12/11/2020).
Sebagaimana yang dijelaskan Ketua Komisi II DPRD Kota Blitar Yohan Tri Waluyo, di kabupaten Banyuwangi saat ini tercatat ada 150 pasar modern. Dan keberadaan pasar tradisional kini mulai tergerus dengan maraknya pasar modern.
“Para pedagang pasar tradisional ini makin lama makin tergerus, terutama soal pendapatannya. Padahal di Banyuwangi sudah dibatasi pasar modern jejaring nasional seperti Alfamart dan Indomaret yang buka mulai jam 9 pagi dan tutup jam 6 sore. Tapi tetap saja berpengaruh kepada para pedagang di pasar tradisional,” kata Yohan.
Kondisi ini memang tak jauh beda dengan yang terjadi di Kota Blitar. Tapi soal managemen dan tata penyajian di Pasar Modern masih kalah dengan Banyuwangi. Kendati ada berselisih harga cukup jauh di pasar modern.
“Kita menyampaikan, ada baiknya produk-produk UMKM lokal ini ada prosentasenya. Seumpama di Alfamart dan Indomart total dagangannya dengan omset yang mencapai 1 Milyar rupiah itu, disarankan 10-20 persen dagangan di situ harus berasal dari produk UMKM,” jelas Yohan.
Tapi di lain sisi, kata Yohan, masih terdapat kendala produk UMKM belum mencapai standar minimal untuk bisa dijual di pasar modern itu.
Hal ini yang menjadi PR bagi pemerintah daerah, terutama bagaimana mencari terhadap persoalan itu. Ke depan, hal ini sekiranya bisa difasilitasi melalui regulasi sebagai jalan penyelesaian terkait adanya kesenjangan antara pasar tradisional dan pasar modern.
“Yang jelas, sesuai permintaan Indomart dan Alfamart itu, kemasan harus bagus dan bisa menarik masyarakat untuk membelinya. Intinya, di Banyuwangi Pasar Modern berjejaring dibatasi. Untuk di kota Blitar juga sudah dibatasi,” tandas Yohan.(ADV/tos/habari.id)