Keluarga Bulota Tangahu Serumpun Keberatan Terkait Penerbitan SHP Gedung Nasional oleh BPN

oleh
banner 468x60

HABARI.ID | Gedung Nasional Gorontalo yang terletak di Kelurahan Ipilo, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo sampai saat ini masih berdiri kokoh. Namun di balik itu bangunan tua dan saksi sejarah perjuangan rakyat Gorontalo di masa penjajahan ini ternyata juga menyimpan polemik menyangkut kepemilikan lahan.

Diketahui, bangunan tua yang berada di Jalan Merdeka tersebut kini telah resmi menjadi milik Pemerintah Kota Gorontalo. Dan bukti kepemilikan Gedung Nasional tersebut, dari hasil putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan kasasi Pemerintah Kota Gorontalo.

Dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Nomor : 28/PDT/2017/PT GTO tanggal 1 Februari 2018 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor : 15/pdt.G/2017/PN GTO tanggal 12 Oktober 2017.

Kamis (30/06/2022). Keluarga Bulota Tangahu serumpun masih sangat keberatan dengan penerbitan Sertifikat Hak Pakai (SHP) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan rencananya akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).

Haris T Kamaru salah satu keluarga dari Bulota Tangahu menilai, penerbitan SHP dari BPN adalah palsu karena tidak memiliki dasar-dasar kepemilikan awal sebagai landasan untuk penerbitan sertifikat yang dimohonkan oleh Pemerintah Kota Gorontalo pada tahun 1994 silam.

 

Haris Kamaru bersama keluarga lainnya

“Menurut keterangan pihak BPN, penerbitan SHP Gedung Nasional ini karena tanah adalah milik negara. Sedangkan selama ini Gedung tersebut ditempati oleh veteran dan digunakan sebagai markas Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Gorontalo sejak tahun 1979 hingga tahun 2021 atas izin pinjam pakai ahli waris Bulota Tangahu,” ungkap Haris Kamaru.

Haris mengaskan, jika tanah dan bangunan Gedung Nasional Gorontalo merupakan hak milik keluarga Bulota Tangahu serumpun dengan ahli waris sebanyak 10 orang anak, 78 orang cucu dan 230 orang cicit. Semuanya merasa keberatan dengan penertiban SHP BPN tahun 1994.

“Pemerintah Kota Gorontalo menempatkan salah satu OPD di Gedung tersebut dengan bermodalkan hasil sidang dari Mahkamah Agung dan tidak memiliki tiket eksekusi. Setelah kami menelusuri asal usul sertifikat ini ke BPN bulan Desember 2021, namun pihak BPN memberikan kesempatan agar mencari dokumen di Manado karena alasannya sertifikat dikeluarkan oleh Kantor Wilayah Manado. Setelah tanggal 17 Juni 2021 kami menerima surat dan bertemu dengan Kepala BPN Gorontalo, ternyata SHP ini diterbitkan atas dasar rekomendasi dari Kakanwil Sulawesi Utara dan rekomendasi Sekretaris Daerah Kota Gorontalo Fatra Babo saat itu,” kata Haris.

Haris berharap agar pihak BPN bisa meninjau kembali SHP tersebut dan mengembalikan status kepemilikan tanah dan bangunan kepada keluatga Bulota Tangahu, karena pedoman dari sertifikat itu hanya berupa pinjam pakai. “Tentu harus kembali kepada pemilik dan memohonkan agar sertifikat ini menjadi hak milik, bukan hak lakai lagi,” ujarnya.

Ahli waris, sebelumnya pernah memenangkan gugatan sebanyak dua kali terhadap harta peninggalan Bulota Tangahu itu, baik di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Gorontalo pada tahun 2018 silam. Kuasa Hukum keluarga Albert Pede, S.H., M.H mengatakan pihak Pengadilan Negeri menilai jika sertifikat tersebut tidak sah dan cacat hukum.

“Makannya kami akan melayangkan gugatan ke PTTUN soal prosedur administrasinya, kalau di Mahkamah Agung hanya memeriksa berkas tanpa melihat dasar atau lapornya kepemilikan sertifikat ini seperti apa. MA hanya melihat sertifikat yang ada, dan tidak mengetahui asal usul dari sertifikat tersebut,” ucap Albert Pede.

Tak puas dengan keputusan Pengadilan Tinggi Gorontalo dan Pengadilan Negeri, tim kuasa hukum tergugat tanpa sepengetahuan ahli waris mengajukan kasasi ke MA, yang hasilnya dimenangkan oleh pihak Pemerintah Kota Gorontalo dan Peninjauan Kembali (PK) oleh penggugat pun ditolak oleh MA.

“Proses hukum di MA kami menganggap tidak objektif karena tidak menghadirkan hali waris. Olehnya, melalui Kantor Hukum Ican Nento, S.H., CLA kami sudah mengajukan ke PTTUN, Kamis 30 Juni 2022 dan tinggal menunggu proses selanjutnya,” tandasnya. (Dik/Habari.id)

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan