BABARI.ID, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang, Rachmat Gobel mengatakan, kehadiran Jepang di Indonesia bukan hanya untuk berinvestasi tapi juga untuk membangun sumberdaya manusia Indonesia. “Jadi bukan hanya soal uang tapi juga mempunyai dimensi pembangunan sumberdaya manusia dan pengembangan lingkungan hidup,” katanya, Sabtu, 30 Juni 2023.
Hal itu ia sampaikan tentang pertemuannya dengan delegasi parlemen Jepang di rumah dinas wakil ketua DPR RI di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu, 28 Juni 2023. Tiga anggota parlemen Jepang melakukan kunjungan ke Indonesia. Selain bertemu Gobel, mereka juga melakukan kunjungan ke Yayasan Matsushita-Gobel yang bergerak di bidang pengembangan sumberdaya manusia.
Mereka juga mengunjungi perusahaan-perusahaan Jepang maupun proyek investasi Jepang di Indonesia. Tiga anggota parlemen tersebut adalah Wada Yushiaki, Ozaki Masanao, dan Matsumoto Hisashi. Dalam pertemuan itu hadir pula Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Kanasugi Kenji. Sedangkan Gobel didampingi Ratih Megasari Singkaru dan M Farhan.
Dalam pertemuan yang berlangsung lebih dari satu jam tersebut banyak hal yang dibicarakan, seperti situasi politik global, perubahan iklim, ancaman krisis pangan dunia, investasi, serta yang utama dan panjang dibicarakan adalah soal pembangunan sumberdaya manusia, pendidikan, kesehatan, dan pertanian serta perikanan.
Gobel mengatakan, selama 65 tahun hubungan kedua negara, semua berjalan baik dan tak mengalami masalah. “Ini karena keduanya saling menghormati, saling memberi manfaat, dan lebih menekankan hubungan dari hati ke hati, bukan pocket to pocket. Benefit itu hanya akibat dari hadirnya rasa saling percaya,” katanya.
Gobel mengatakan, Jepang hadir di Indonesia bukan hanya untuk membuat produk lalu menjualnya, tapi yang utama dan pertama adalah membangun sumberdaya manusianya terlebih dulu. “Sebelum membuat produk maka yang pertama harus dilakukan adalah menyiapkan sumberdaya manusianya. Dalam budaya Jepang tidak ada konsep mempekerjakan manusia tapi memanusiakan manusia. Contohnya investasi otomotif Jepang di Indonesia yang sangat mengakar.
Ini karena dimulai dengan penyiapan sumberdaya manusia. Jadi transfer teknologi sudah terjadi. Dimulai dengan transfer of job lalu transfer of know how, dan akhirnya substansi transfer of technology. Itulah tahap-tahap transfer teknologi,” katanya. Karena itu dalam investasi Jepang di Indonesia, katanya, Jepang tak membawa banyak tenaga kerja. Hal itu, katanya, bisa dilihat pada investasi di bidang otomotif maupun dalam pembangunan MRT di Jakarta.
Lebih lanjut Gobel mengatakan, Indonesia memiliki sumberdaya alam dan pasar yang besar. Sedangkan Jepang memiliki keunggulan di bidang teknologi dan pengalaman sebagai negara yang maju lebih dulu. “Jadi kedua negara saling melengkapi kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Investasi Jepang juga membuka lapangan kerja yang besar bagi penduduk Indonesia. Produk Jepang di Indonesia juga diekspor ke negara-negara lain. Ini bukti adanya transfer teknologi. Ke depan, bagaimana memperkuat investasi di bidang pertanian, pangan, dan kesehatan. Hubungan di bidang pendidikan yang sudah bagus harus ditingkatkan lagi,” katanya.
Wada Yoshiaki, yang memimpin delegasi parlemen Jepang, mengatakan, Jepang menawarkan kerja sama pertahanan seperti menjaga perbatasan laut, kerja sama pendidikan, pertukaran pemuda, dan magang serta pelatihan kerja di Jepang. “Saya berharap apa yang kita diskusikan bisa diwujudkan, bukan hanya dibicarakan,” katanya. Matsumoto Hisashi, yang sebelum menjadi politisi adalah seorang dokter yang berpengalaman praktik 30 tahun, mengajak Indonesia untuk memperkuat kerja sama di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial. Sedangkan Ozaki Masanao, yang sebelumnya 12 tahun menjadi gubernur, mengatakan, Jepang banyak membutuhkan tenaga kerja yang bisa diisi oleh tenaga kerja dari Indonesia.
Menanggapi hal itu, Gobel mengatakan, lembaga pendidikan di Jepang kekurangan siswa, sedangkan Indonesia justru butuh lembaga pendidikan yang lebih banyak dan lebih berkualitas. “Ini bisa saling mengisi,” katanya. Ratih Megasari Singkaru, yang berasal dari Komisi X yang membidangi pendidikan, menambahkan Indonesia butuh pendidikan vokasi dan politeknik yang berkualitas dan jumlah yang lebih banyak lagi.
“Tentu baik sekali jika pelajar Indonesia bisa mengikuti pendidikan vokasi tingkat menengah dan politeknik di Jepang,” katanya. Sedangkan M Farhan, dari Komisi I yang membidangi pertahanan dan hubungan luar negeri, berharap Jepang bisa bekerja sama dengan Indonesia dalam pengamanan laut Indonesia.
“Sejak Covid-19, anggaran penjagaan perbatasan laut dikurangi hingga 50 persen,” katanya. Tentang hal ini, Wada langsung menanggapi, “Jepang memiliki teknologi yang baik dalam menjaga perbatasan laut.” Menanggapi pernyataan para anggota parlemen Jepang tersebut, Gobel mengatakan, Jepang memiliki peluang yang baik untuk berinvestasi di bidang kesehatan.
“Sekitar 95 persen alat kesehatan Indonesia masih impor. Indonesia juga masih kekurangan dokter, apalagi dokter spesialis. Jadi Indonesia dan Jepang bisa menjalin kerja sama yang baik di bidang kesehatan ini. Industri Kesehatan termasuk industri strategis dan bisa dikembangkan menjadi industri pertahanan,” katanya. Selain itu, pertemuan tersebut juga membahas pembangunan Ibuka Kota Negara (IKN). “Jepang siap berinvestasi. Bahkan para pengusahanya sudah datang ke IKN,” kata Gobel. (Fp/habari.id)