HABARI.ID I Memboikot produk-produk Prancis, adalah bentuk pernyataan sikap dan seruan yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai reaksi atas pernyataan kontroversi Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Pernyataan Macron yang menjurus pada penghinaan Nabi Muhammad itu, telah memunculkan reaksi dari umat Islam di dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Menurut Ketua MUI Kabupaten Gorontalo, Dr. Sofyan Kau, M.Ag, memboikot produk Prancis, merupakan bentuk seruan yang sifatnya tidak mengikat.
“Menurut hemat saya, memang kecaman itu sebagai bentuk pernyataan sikap MUI terhadap sikap Presiden Prancis …,”
“Saya teringat akan teori Gusdur. Kalau di setumpuk beras ada batu, maka bukan berasnya yang dibuang, tapi batunya yang dihilangkan,” kata Dr. Sofyan.
Amerika, sebelumnya juga pernah melakukan hal serupa. Dan umat islam menyerukan pemboikotan produk Amerika.
“Artinya, kita sendiri tidak tahu secara pasti dan jelas, seperti apa dan bagaimana produk-produk Prancis. Umat islam tidak banyak tahu dan informasi yang cukup tentang hal itu …,”
“Lantas bagaimana melakukan boikotnya?. Memboikot atau tidak produk-produk Prancis, menjadi hak pribadi masyarakat,” Dr. Sofyan.
Penjelasan Ketua MUI Kabupaten Gorontalo ini setidaknya juga meluruskan disinformasi tentang seruan memboikot, atau mengeluarkan fatwa mengharamkan produk Prancis sebagaimana informasi yang beredar di masyarakat.
Menyangkut keberadaan beberapa elemen yang melakukan aksi turun ke jalan, MUI berpesan agar tidak melakukan tindakan berlebihan seperti penjarahan terhadap korporasi atau perusahaan luar negeri yang menanamkan modal di daerah terutama Gorontalo.
Dan tidak melakukan upaya persekusi dan penyerangan terhadap tempat-tempat ibadah Agama lain.
“Dalam usul Fiqh, harus mengedepankan kemaslahatan publik. Tidak boleh emosi berlebihan, kalau hanya merusak tatanan kemaslahatan yang lebih besar …,”
Jangan ada tindakan anarkis saat melakukan unjuk rasa atau pun protest terhadap ujaran Presiden Prancis,” pungkas Dr. Sofyan.(bnk/habari.id)