Aktivis “Payung Bocor”

oleh
Geraldy Thaib
banner 468x60

Oleh: Geraldy Thaib

 

SEJARAH pernah mencatat bahwa pergerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, fakta sejarahnya banyak tercatat dalam lembaran buku-buku pergerakan kemahasiswaan.

Sebuah aktivitas murni dan ideal sebagai cara untuk meningkatkan intelektual dan jiwa kepemimpinan ini harus dilandasi oleh pemahaman dan idealisme yang kokoh, tidak mudah goyah oleh kepentingan apapun, apalagi “dibayar”.

Inilah mungkin sedikit catatan dari perjuangan tempo dulu aktivis gerakan mahasiswa. Bagaimana dengan aktivis “jaman now”?.

Apakah masih se-ideal tempo dulu atau justru tergerus oleh kepentingan kelompok tertentu bahkan “bersetubuh” dengan para politisi?.

Untuk melihat aktivis saat ini tak perlu mengambil sampel nasional, cukup didaerah secara lokalitas.

Pada beberapa kesempatan saya pernah terlibat percakapan dengan alumni mahasiswa yang mengaku sebagai aktivis dan juga mahasiswa aktif yang kebetulan mengaku sebagai aktivis.

Tanpa malu diantara mereka memang kadang kala terjebak pada kepentingan pribadi dan maaf saya sebut kepentingan “senior”.

Contoh kasusnya, untuk kepentingan pribadi, aktivis pada dasarnya suka dan bangga jika bisa dekat atau berada pada kekuasaan.

Tujuannya jelas, untuk eksistensi diri dan meningkatkan kepercayaan diri, jika tak mampu dikontrol seringkali jadi tak tau diri.

Mulai dari sekedar foto selfie, hingga menawarkan ide pragmatis seperti mengadu domba dan sebagainya.

Sedangkan untuk kepentingan senior, misalkan ada senior mereka segaris organisasi yang sudah menjadi seorang politisi kerap memanfaatkan mereka untuk menyerang politisi lain berbeda bahkan se-partai dengannya.

Mereka para aktivis itu sadar tapi tak berdaya dan tak mampu melawan tekanan atau “suruhan” senior mereka.

Aktivis model begitu memang layak dijuluki sebagai aktivis “payung bocor”, mengalami krisis eksistensi. Kelompok aktivis “payung bocor” ini sering berkumpul bersama dan berdiskusi bagaimana caranya untuk mendelegitimasi politisi tertentu sesuai dengan kepentingan pribadi maupun kepentingan senior.

Memanfaatkan media untuk berargumentasi menyerang politisi bahkan kepala daerah dengan menakut-nakuti lewat beberapa kasus hukum yang belum tentu serta jauh dari pemahaman dan dasar pengetahuan memadai, mereka hanya berpikir kepentingan pribadi dan senior.

Exit windows yang salah dan jauh dari cita-cita gerakan mahasiswa tempo dulu menjadi pilihan mahasiswa jaman now. Sekali lagi, aktivis “payung bocor” pantas disematkan pada mereka itu.***

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan