“Jalan Terjal” Penyelamatan Shopping Center

oleh -48 Dilihat
oleh
Shopping Center Limboto, yang terbakar 2 Maret 2018 lalu.[foto_istimewa]

HABARI.ID I Jika saja ada dukungan anggaran yang bersumber dari APBN, maka pemerintah kabupaten Gorontalo tak perlu mengajukan pinjaman ke perbankan untuk pembangunan dan revitalisasi shopping center yang sempat terbakar pada 2018 lalu.

“Soal revitalisasi shopping center adalah menyangkut hajat hidup orang banyak termasuk kepentingan pedagang, menyangkut perputaran ekonomi sekaligus juga menyangkut apa yang akan didapatkan daerah kelak …,”

banner 468x60

“Kehadiran shopping center akan menstimulus alur dan akses pendapatan masyarakat dan daerah,” ungkap Kepala Bappeda Kabupaten Gorontalo, Cokro Katili, saat berbincang-bincang dengan wartawan.

Pembangunan shopping center, katanya, telah masuk dalam RPJMD 2016-2021. revitalisasi shopping center juga masuk dalam APBD induk 2018, dengan mengalokasikan anggaran sebesar 7,5 miliar rupiah.

“Pada tanggal 2 Maret 2018, terjadi kebakaran. Anggaran 7,5 miliar rupiah pun tak bisa dilaksanakan mengingat kebakaran itu menghanguskan hampir seluruh fasilitas yang ada …,”

“Pemda pun bertindak cepat. Kita mengusulkan ke Kementerian Perdagangan maupun DPR RI,” ungkap Cokro.

Mengusulkan pinjaman ke pemerintah pusat melalui skema KPBU dan sarana multi infrastruktur, menjadi cara lain dilakukan pemerintah kabupaten Gorontalo untuk mendapatkan anggaran.

“Kami juga melakukan audiens dengan Bank SulutGo untuk melakukan pinjaman daerah dari perbankan,” urai Cokro.

Ihwal Pinjaman Jangka Panjang Revitalisasi Shopping Center

Pengajuan pinjaman jangka panjang ke perbankan menjadi opsi terakhir pemerintah kabupaten Gorontalo dalam upaya “penyelamatan” fasilitas yang menjadi urat nadi perekonomian.

Harapan agar revitalisasi shopping center dibayai oleh APBN, pupus. “Sampai dengan Agustus 2018, kita tidak memperoleh kabar dari Kementerian …,”

Kepala Bappeda Kabupaten Gorontalo Cokro Katili

“Padahal, proposal revitalisasi ini sudah kita serahkan langsung kepada Menteri Perdagangan (kebetulan) yang pada Maret lalu sempat berkunjung ke shopping center. Hingga kini tidak ada kabar revitalisasi shopping center masuk dalam APBN 2020,” ungkap Cokro.

September 2018, Pemda pada akhinya mengusulkan kepada DPRD melalui KUA/PPAS, agar revitalisasi shopping center dibiayai dengan pinjaman daerah ke Bank SulutGo.

Sehingga pada 2018, tepat pada pembahasan APBD 2019, revitalisasi shopping center itu disetujui DPRD untuk dimasukkan dalam APBD 2019.

“Sehingga dalam APBD 2019, yang juga telah dievaluasi pemerintah provinsi, tercantum pinjaman daerah sebesar 40 miliar untuk Revitalisasi shopping Center Limboto,” katanya.

Dasar hukum yang digunakan untuk pinjaman daerah adalah PP No. 30 tahun 2011. Ketentuan tentang persetujuan DPRD sebagai syarat mutlak rekomendasi dari Mendagri itu, dimasukkan sebagai item dalam APBD.

“Pada tanggal 3 Maret 2019, pemerintah daerah melalui surat bupati Gorontalo meminta persetujuan ke DPRD tentang pinjaman 40 miliar rupiah, sebagai tindaklanjut dari hal yang sudah tercantum dalam APBD 2019,” kata Cokro.

Pada pembahasan di Komisi II dan pimpinan Fraksi, prosesnya belum disetujui dan masih harus menunggu keanggotaan DPRD yang baru.

Singkat kata singkat cerita, usulan ke DPRD Kabupaten Gorontalo perihal pengajuan pinjaman ke perbankan ini, akhirnya disetujui pada 2 pekan lalu melalui rapat Paripurna.

Polemik: PP No.30 Tahun 2011 Versus PP No.56 Tahun 2018

Banyak kalangan menganggap, bahwa antara Paripurna persetujuan DPRD dengan Paripurna APBD 2020 itu, masih ada hubungan erat.

Tapi menurut Cokro, persetujuan DPRD terkait pinjaman jangka panjang dan paripurna APBD 2020 ini, adalah dua hal yang terpisah dan berbeda secara substansial.

“Paripurna persetujuan dan APBD 2020, sama sekali tidak ada hubungan dengan Paripurna APBD 2020. Karena Paripurna persetujuan DPRD ini adalah tindak lanjut dari pelaksanaan APBD 2019, yang didalamnya sudah tercantum permohonan pinjaman daerah sebesar 40 miliar rupiah ke Bank SulutGo. Dan dasar hukum yang digunakan, masih Peraturan Pemerintah (PP) No.30 Tahun 2011,” jelas Cokro.

Cokro lalu menjelaskan tentang dasar hukum yang dijadikan cantolan untuk pengajuan pinjaman daerah. Dan ini sempat menjadi perdebatan.

“Pada Desember 2018, memang terbit PP tentang Pinjaman Daerah sebagai pengganti PP No. 30 Tahun 2011 (PP No.56 Tahun 2018). Tapi PP No. 56 ini, (baru) dapat diberlakukan apabilan pinjaman itu direncanakan dan dilakukan pada APBD tahun 2020. Sehingga persetujuan DPRD harus bersamaan dengan pembahasan dan kesepakatan KUA/PPAS (di tahun yang sama),” jelas Cokro.

Dan pekan ini,pemerintah kabupaten Gorontalo akan mengantar dan menyerahkan 16 item berkas, salah satunya persetujuan DPRD, ke Kemendagri dan Kemenkeu sebagai pertimbangan untuk dikeluarkannya rekomendasi.

“Termasuk risalah dan daftar hadir akan kita bawa ke Kemendagri dan Kemenkeu untuk mendapatkan rekomendasi terkait pinjaman daerah ke lembaga keuangan atau perbankan ini,” kata Cokro.(dwi/habari.id)

Baca berita kami lainnya di


Tinggalkan Balasan