Wartawan Mati, Mati Pula Demokrasi

oleh
Dwi Manoppo, wartawan Habari.Id.
banner 468x60

Jika wartawan mati maka mati pula demokrasi. Berita duka meninggalnya wartawan akibat aksi tindak kriminal, sampai sekarang masih terus terjadi. Seperti dialami Demas Laira (28), seorang wartawan salah satu media online di Kabupaten Mamuju Tengah, Kamis (20/08/2020) dini hari. Kejadian membuat Demas meninggal dunia, menggambarkan seakan pilar keempat demokrasi yang telah dijamin kemerdekaannya oleh UU 1945 ini, hanya sebatas buah bibir belaka.

Malam itu, jadi malam yang tidak biasa di jalan poros Dusun Salu Bijau Desa Tasokko Kabupaten Mamuju tengah. Bagaimana tidak, seorang pria 28 tahun ditemukan tewas dengan tubuh penuh luka tusukan.

Kematiannya sontak membuat seluruh media dan para pegiat jurnalis menjadi geram, pasalnya korban tidak lain merupakan seorang wartawan aktif yang bergelut di media online.

Pembunuhan Damas Laira pun menimbulkan berbagai praduga, yang kemudian merujuk pada pekerjaan sebagai wartawan.

Hal itu wajar mengingat Damas, dikenal sebagai wartawan yang sering membuat berita kontravensi, terkait tindakan korupsi dan beberapa kritik pembangunan infrastruktur di daerahnya.

Damas Laira, hanya satu dari puluhan kasus tindakan kekerasan terhadap wartawan di Indonesia. Tindakan kekerasan dan pembunuhan sering menimpah para wartawan, diduga akibat dari memberitakan suatu kejadian kepada publik.

Secara UU kemerdekaan Pers telah diatur dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, namun meski telah dilindungi oleh UU namun nyatanya oknum-oknum tertentu tetap melakukan intimidasi terhadap wartawan.

Kematian Damas Laira kembali mengingatkan kita pada 10 kasus pembunuhan terhadap wartawan, yang terjadi di Indonesia.

Dimulai dari kematian Fuad Muhammad Udin pada tahun 1996 akibat peberitaannya korupsi yang terjadi di Bantul.

Udin tewas dianiaya oleh orang tak dikenal di depan kediamannya pada pukul 23.30 WIB. Udin masih sempat bertahan dan dilarikan ke rumah sakit RS Bethesda, namun akibat kondisi yang cukup kritis dan koma selama 3 hari, setelah menjalani perawatan Udin akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada Jumat, 16 Agustus 1996.

Pada tahun 1997, di Pantai Panimbungan Kalimantan Barat 90 Km dari pusat Kota Pontianak, Wartawan Sinar Pagi ditemukan di belakang jok mobilnya dengan luka menganga dibagian lehernya.

Naimullah ditemukan tewas terbunuh pada tanggal 25 Juli, sebelumnya Naimullah sempat mengusut jaringan pembalakan luar dan memberitakan kasus pembalakan kayu Ilegal yang melibatkan pihak keamanan.

Kasus pembuhan tersebut tak hanya dialami oleh para jurnalis pada masa sebelum reformasi, seperti yang menimpa Agus Mulyana wartawan Asia Pers yang harus mati tertembak saat meliput konflik di Timor-timor pada 1999.

Kasus pembunuhan juga menimpah wartawan media milik Pemerintah, Muh Jamaluddin ditemukan tewas pada tanggal 17 Juni 2003, sebelumnya dirinya dilaporkan hilang saat bertugas pada tanggal 20 Mei 2003 di Aceh.

Hal sama juga menimpah Ersa Siregar yang tewas dalam peliputan terkait gerakan Aceh Merdeka ditahun yang sama, dirinya tewas saat tembak-menembak antara TNI dan pasukan GAM.

Kasus pembunuhan terus terjadi setelahnya, hampir seluruh kasus pembunuhan wartawan dilatarbelakangi oleh pemberitaan terkait kasus korupsi yang melibatkan pejabat di daerah.

Mulai dari kasus Herliyanto wartawan Delta Pos tahun 2006 dan Anak Agung Narendra tahun 2009, Ardiyansha Wibisino yang tewas terbunuh akibat meliput persaingan antar pejabat daerah dalam perebutan proyek.

Dari tahun 2010 hingga tahun 2019 bahkan setidaknya 3 wartawan gugur saat menjalankan tugas. Wartawan Sun TV Ridwan Salamun tewas ditangan puluhan warga saat bertugas meliput kerusahan antarwarga di Maluku Tenggara pada tahun 2010.

Kemudian tahun 2019 Maraden Sianipar dan Matua Siregar yang ditemukan tewas di perkebunan sawit, kedua wartawan tersebut dibunuh oleh 8 orang suruhan dari dari KSU Amelia seorang pemilik perkebunan sawit yang dendam atas sengketa lahan perkebunan sawit yang disita dan dijadikan kawasan hutan.

Tahun 2020 ini, setidaknya terjadi 2 kasus pembuhunan terhadap jurnalis, dimana selain Damas Laira, publik juga masih menunggu kejelasan pembunuhan editor Metro, Yodi pada 10 Juli 2020 kemarin.

Selain tindakan mengilangkan nyawa, wartawan di seluruh Indonesiapun kerap mengalami penindasan secara psikologi. Menjadi wajar apabila profesi wartawan harus benar-benar dapat dilindungi secara legal.

Dengan hadirnya berbagai media baru di era siber ini, pembentukan dan perektrutan wartawan serta legal dan kejelasan media pemberitaan menjadi hal yang sangat penting. Ini pula untuk menekan dan memberiikan prsedur yang lebih baik, apabila terjadinya kekerasan terhadap pers.#

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan