HABARI.ID – Sehari menjelang perayaan hari kemerdekaan Indonesia ke-79, pada Jumat 16 Agustus 2024 lalu, patroli Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Kapal Negara Gajah Laut-404 yang dikomandani oleh Letkol Bakamla Agus Tri Haryanto, berhasil mengamankan kapal MV Lakas yang dicurigai membawa barang ilegal di perairan Gorontalo.
Kapal tersebut berbendera Filipina dengan 17 anak buah kapal (ABK). Dalam pemeriksaan berdasarkan keterangan tertulis yang diterima (melalui berita Detik.com), Jumat (16/8/2024) ditemukan bahwa kapal tersebut tidak memiliki beberapa dokumen penting seperti Certificate of Analysis, Certificate of Origin, serta Certificate of Shipper Declaration yang diperlukan untuk pengangkutan barang berbahaya berdasarkan International Maritime Solid Bulk Cargoes (IMSBC). Selain itu, kapal tersebut juga diketahui membawa 10.545 metrik ton wood pellet yang diduga ilegal.
Sementara, di Provinsi Gorontalo, hanya ada satu perusahaan eksportir wood pellet yakni, PT Biomassa Jaya Abadi, yang berada di Kabupaten Pohuwato.
Hal ini membuat sala satu Anggota DPD-RI dari Provinsi Gorontalo, Syarif Mbuinga, angkat bicara. Kepada sejumlah awak media, Syarif mengaku prihatin terkait adanya informasi dugaan ekspor ilegal tersebut. Dirinya pun meminta pemerintah dan APH (Aparat Penegak Hukum), menseriusi hal itu.
“Peristiwa ini tidak boleh dibiarkan. Harus diseriusi oleh semua pihak. Baik pemerintah, hingga aparat penegak hukum. Karena kalau ini masuk ke ranah hukum, harus ada kepastian hukumnya,” ungkap Syarif Mbuinga, Selasa (8/10/2024).
Menurut mantan Bupati Pohuwato 2 periode ini, selain akan melakukan kroscek ke pemerintah daerah, pihaknya juga akan menindaklanjuti hal tersebut ke pemerintah pusat di Jakarta.
“Tentu saya akan menseriusinya, dan sangat penting untuk memfollupnya ke kementerian terkait. Pada intinya, spirit dan semangat investasi itu salah satu tujuannya adalah, memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, juga terhadap peningkatan ekomomi di daerah,” jelasnya.
“Ini tentu selaras dengan fungsi DPD itu sendiri yakni, memastikan penyelenggaraan otonomi daerah itu berlangsung dan terlaksana dengan sebaik mungkin, dan memberikan manfaat terhadap masyarakt dan daerah,” tambahnya.
Lebih jauh Syarif menilai, akibat praktik ilegal yang dilakukan, memberikan dampak besar bagi keberlanjutan investasi di daerah. Kerugian tidak hanya dialami oleh daerah, namun negara.
“Sungguh sangat disayangkan, apabila permasalahan ekspor ilegal ini terjadi, selain negara dan daerah yang dirugikan, juga memberikan efek yang tidak baik terhadap keberlanjutan investasi ke depannya,” tegas Syarif Mbuinga.
Sebelumnya, lewat pernyataan tertulis, PT BJA membantah adanya dugaan ekspor ilegal yang dilakukannya.
“Sejak beroperasi pada 2022 hingga 14 Agustus 2024, PT BJA telah mengekspor wood pellet sebanyak 21 kali ke Jepang dan Korea Selatan dengan total volume ekspor mencapai 230.000 ton. Seluruh ekspor ini telah kami laporkan kepada seluruh instansi yang berwenang. Terbukti, pada 27 Agustus lalu, PT BJA menerima penghargaan dari Kantor Wilayah Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Utara (Sulbagtra) sebagai penghasil devisa ekspor terbesar di Gorontalo.
Seluruh ekspor yang PT BJA lakukan telah mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan mengantongi dokumen perizinan yang diperlukan, mulai dari dokumen verifikasi legalitas kayu (VLK) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang disetujui oleh Bea dan Cukai Gorontalo, dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) setempat. PT BJA juga sudah memenuhi ketentuan di lembaga lain seperti Badan Karantina dan Kantor Imigrasi.
Kapal MV Lakas sempat ditahan oleh Bakamla karena laporan dugaan barang yang dimuat ilegal. Berdasarkan pemeriksaan lanjutan oleh Bakamla, kapal MV Lakas bisa menunjukkan seluruh dokumen perizinan pengiriman barang secara lengkap dan legal sehingga diizinkan untuk melanjutkan pelayaran.
Transhipment yang dilakukan dalam ekspor wood pellet dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Transhipment dilakukan hanya sekitar 1 mil dari garis pantai, bukan di tengah lautan. Titik transhipment ditentukan bukan oleh perusahaan, melainkan oleh pihak berwenang, dalam hal ini KSOP. Proses transhipment juga diawasi oleh pihak berwenang sejak kapal datang, bongkar muat, dan kembali berlayar. Semua tahapan tersebut melalui prosedur dan perizinan yang ketat,” demikian tulis PT BJA.