“Manifestasi Nilai” akan Jauh Lebih Tinggi dari pada Sekedar Pencitraan

oleh
manifestasi nilai
Pencitraan menjadi tak penting ketika yang dilakukan adalah memanifestasikan nilai-nilai, nilai sosial, empati, nilai kemanusiaan dan nilai kebaikan lainnya.[foto_istimewa]
banner 468x60
HABARI.ID, GORONTALO I Tokoh yang keseringan tampil di publik lalu terekspose di media, orang menilainya sebagai pencitraan. Politisi yang muncul di khalayak, entah di acara resmi atau pun tak resmi, bisa langsung divonis pencitraan.

Hingga seorang Kepala Daerah yang datang membagikan bantuan kepada orang-orang dengan niat meringankan beban dan kesulitan, kemudian terpublikasi di sarana informasi digital yang mudah diakses, juga dituding sedang melakukan pencitraan.

Kata pencitraan ini, memang sering dijadikan senjata oleh para pengkritik yang kebanyakan adalah lawan politik. Kata ini sengaja disisipkan untuk menguatkan narasi negatif, dibuat seolah-olah “ada orang yang sedang mencari perhatian”.

Begitu mudahnya seseorang (pengkritik) menggunakan istilah berkonotasi negatif ini. Bagi si pengkritik, tak perlu memasukkan “nilai” saat menggunakan kata ini.

Sepertinya memang harus bijak dalam penggunaan kata “citra” atau “pencitraan” yang sudah terlanjur diberi label negatif itu. Faktor “nilai” sekiranya perlu dimasukkan ke dalamnya sebagai penyeimbang persepsi yang subjektif.

Banyak pejabat publik, tahu dan sadar akan kondisi ini, dan menganggapnya sebagai sebuah risiko yang harus dihadapi.

Baca Juga: Cerita Offroad Rusli Habibie, Mulai Dari Ganti Mobil Sampai Menyalurkan Bantuan

Mereka tetap kukuh dan konsisten untuk melakukan hal-hal yang memiliki nilai faedah bagi banyak orang, meski ada orang lain yang menganggapnya sebagai pencitraan.

Tapi tuduhan pencitraan dari si pengkritik, selanjutnya dianggap angin lalu. “Rusli Habibie contohnya. Dia sepertinya tak akan pernah ‘kapok’ …,”

“Banyak tanggapan miring dan menganggapnya sedang melakukan pencitraan, saat dia terjun langsung membagi bantuan. Tapi dia tetap masih melakukan itu, sejak dari awal pandemi hingga masuk fase new normal,” kata Haris Susanto Toonawu, tokoh pemuda Bone Bolango.

Apa yang dilakukan Rusli, katanya, adalah bentuk empati yang mewakili lembaga eksekutif yang dinahkodainya, selain sebagai manifestasi tanggungjawab moralnya sebagai Gubernur Gorontalo.

“Dia tau masyarakat lagi susah dan kesulitan. Sehingganya perlu dibantu. Kehadiran Rusli membagi langsung bantuan kepada korban banjir, membuktikan bahwa pemerintah benar-benar hadir untuk masyarakat,” katanya.

Dan untuk si pengkritik, ada baiknya lakukan observasi dulu pada setiap apa yang dilakukan pejabat dan tidak langsung menghardik dengan pencitraan yang berkonotasi negatif itu.

“Observasi ini penting, untuk melihat dengan kasat mata apakah yang dilakukan seorang pejabat itu, berorientasi pada nilai atau tidak. Lihat dulu apakah punya nilai manfaat bagi orang banyak atau tidak …,”

“Politisi yang sarat pengalaman, akan selalu bersandar pada nilai-nilai sosial dan tak akan pernah berhenti bekerja selama itu untuk kepentingan orang banyak,” kata Haris.

Soal bagaimana menghadapi pengkritik, politisi seperti Rusli pasti tahu caranya. “Karena paham tentang nilai, Rusli pasti yakin bahwa simpati akan muncul dengan sendirinya setelah melakukan kebaikan,” ungkapnya.(fp/habari.id)

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan