HABARI.ID, DEPROV | Rencananya, Rabu (30/11/2022) jajaran Komisi II Deprov Gorontalo bakal berkunjung ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI untuk menentukan jadwal pertemuan bersama pemerintah daerah, unsur penambang serta PT Gorontalo Minerals (GM) soal pemberian wilayah pertambangan (WPR).
Sebelumnya, Focuss Group Disscusion (FGD) terkait polemik pengelolaan batu hitam telah dilangsungkan di Rumah Dinas Jabatan Bupati Bone Bolango, Selasa (29/11/2022). Pertemuan itu pun melahirkan kesepakatan untuk mendukung dalam merealisasikan wilayah pertambangan di Kabupaten Bone Bolango.
Wakil DPRD Provinsi Gorontalo Kris Wartabone mengungkapkan, bahwa salah satu solusi agar polemik di wilayah tambang Bone Bolango tersebut harus ada penciutan wilayah kontrakarya PT Gorontalo Minerals (GM) yang dilakukan oleh Kementerian ESDM atas persetujuan perusahaan.
“Dengan penciutan wilayah kontrakarya maka penambang itu sudah merasa aman. Olehnya kita harus mengurus seluruh persyaratan untuk mendapat wilayah izin pertambangan rakyat. WPR itu yang kita harus tuntaskan atau perjuangkan dulu, setelah itu izin pertambangan. Bagaimana kita bisa mengurus izin kalau tidak memiliki wilayah pertambangan,” jelas Kris Wartabone.
Politisi asal PDIP itu menjelaskan, salah satu upaya untuk mendapatkan wilayah pertambangan di wilayah kontrakarya PT GM, harus duduk bersama dengan Kementerian ESDM serta jajaran Komisi VII DPR RI. Menurutnya, masyarakat bisa mendapat legalitas atas WPR, sebab hal itupun tertuang di dalam undang-undang pertambangan mineral dan batubara.
“Sehingga setelah ada persetujuan, kita baru mengurus siapa atau koperasi mana yang akan bertanggungjawab untuk mengelolah wilayah pertambangan. Sehingga dengan demikian masyarakat atau penambang sudah merasa tenang dalam pelakukan aktivitas pertambangan,” kata Kris.
Sementara itu, salah satu unsur PT Gorontalo Minerals (GM) Didiek mengatakan, berkaitan dengan sektor pertambangan yang diatur di dalam undang-undang untuk kontrakarya merupakan rahah Kementerian ESDM RI. Menurutnya, PT GM tidak memiliki tanggungjawab atau kewenangan penuh layaknya IUP maupun IUPK.
“Dari pihak PT GM kami tinggal menunggu perintah, pemerintah akan memerintahkan apa kepada kami. Karena kalau itu dalam bentuk hitam di atas putih, kami akan menjadi legal standing selain dokumen kontrak dan undang-undang sendiri, kami punya pegangan untuk melalukan itu,” tandasnya. (dik/habari.id)