Helmi Hippy: Adat Jangan Dibawa Masuk ke Pusaran Politik

oleh
Tokoh masyarakat, Helmi Hippy
banner 468x60

HABARI.ID I Tokoh masyarakat kabupaten Gorontalo Helmi Hippy turut memberi pandangannya terkait adat dan pemerintahan yang belakangan ini rame dibincangkan dan jadi bahan perdebatan.

Menurut Helmi, seharusnya semua pihak bisa lebih menjaga kesakralan adat, dan tidak terkesan memasukan adat dalam pusaran politik.

Ia menjelaskan, adat menjadi tonggak dalam kehidupan sosial masyarakat. Adat adalah warisan yang harus dijaga, dan dijauhkan dari berbagai kepentingan.

“Menjadi lebih baik apabila kita menempatkan adat pada tempatnya. Adat menjadi bagian dari pada aspirasi kerakyatan, tetapi bukan untuk dipolitisir,” ungkap Helmi Hippy.

Menurutnya, nilai-nilai demokrasi telah lama dijalankan di Gorontalo, sebelum adanya sistem pemerintahan yang baku.

Semua sistem tersebut diatur dan dijalankan sesuai adat yang ada masa itu. Namun, dirinya mengingatkan, bahwa saat ini telah ada sistem pemerintahan yang tetap.

Dan sejauh ini, menurutnya adat bahkan diakomodir hak-haknya dalam sistem pemerintahan hari ini.

“Kalau ditarik ke masa lalu, kita berasal dari 17 Linula. Linula-Linula ini dipimpin secara sendiri-sendiri oleh pemerintahan yang sendiri pula. Tapi karena niat baik dan semangat kebersamaan, akhirnya dapat bersatu …,”

“Sekiranya kita bisa mencontoh sikap leluhur kita di masa lalu. Persatuan, dan ajakan untuk bersatu untuk sesuatu yang baik, juga menjadi salah satu nilai yang diajarkan adat kita. Dan itu harus kita jaga. Bukan malah sebaliknya, memecahbela dengan isu berbungkus tema adat,” tandas Helmi.

Ia menyesalkan adanya indikasi kesengajaan menggunakan adat untuk suatu tujuan tertentu.

Kasian juga, jika adat seperti dipaksakan masuk ke dalam pusaran politik. Adat itu warisan yang harus dijaga dan kembangkan, bukan dipakai sebagai isu untuk tujuan dan kepentingan tertentu,” jelasnya.

Helmi lalu mengungkap ikhwal lahirnya filosofi; Adat Bersendikan Syara dan Syara Bersendirkan Kitabullah.

Menurutnya, filosofi disebabkan oleh adanya “tarikan persatuan” sebelum raja Eyato memimpin dan melahirkan pandangan tersebut.

“Dulu itu ada yang namanya Lipu, kemudian Lipu-Lipu tersebut menjadi satu dalam suatu perjanjian yang disebut Limo Lo Pohalaa. Dari sinilah lahir sistem kerajaan yang bersifat seperti negera Federal …,”

“Kesadaran atas sejarah dan semangat persatuan merupakan cara untuk menghargai adat yang sesungguhnya,” jelas Helmi Hippy yang juga selaku Ketua KONI Kabupaten Gorontalo.

Ia mengimbau, kiranya setiap tokoh Gorontalo untuk lebih bijak dalam memandang sebuah persoalan. Dan tentu saja, mencari solusi atas persoalan tersebut.(dwi/habari.id)

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan