Dari VOC, Kearifan Lokal, Budaya Asing, Hingga ‘Kapan Lagi Kita Dijajah’

oleh
Anggota Komisi I DPR RI, Elnino M. Husein Mohi ketika menyerahkan kenang-kenangan kepada keluarga Almarhum Yosef Tahir Ma'ruf pada gelar Festival Adat Gorontalo, Sabtu (24/08/2019)
banner 468x60

HABARI.ID – Invasi budaya asing berimplikasi pada tergerusnya budaya lokal. Indikasinya jelas. Mulai dari dominasi asing di sektor perdagangan dan produksi, hingga masuknya budaya yang sebelumnya dianggap tidak biasa (budaya asing), kemudian menjadi budaya masyarakat.

Dari budaya asing yang “menyenangkan” itu, kemudian menjadi sesuatu yang biasa (meski bertentangan dengan kearifan lokal). Pada proses itulah budaya lokal mulai terkikis.

“Jika hal yang dapat merusak budaya dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja, dan itu berlaku dalam tempo yang panjang, kita akan segera berada pada kondisi yang siap untuk dijajah lagi,” kata anggota Komisi I DPR RI, Elnino M. Husein Mohi.

Pada pidato kebudayaan di Festival Budaya Gorontalo, Sabtu (24/08/2019),  ia mengungkapkan, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) butuh waktu 150 tahun untuk mendominasi perdagangan, kemudian menguasai pikiran.

Pose bersama anggota DPR RI Elnino M. Husein Mohi dengan para tokoh adat dan tokoh masyarakat pada kegiatan Festival Budaya Gorontalo.

 

“Betapa cerdiknya VOC menguasai perdagangan dan menjajah pikiran, menjajah kebudayaan. Adat, budaya, ketentuan hukum, paradigma, norma-norma yang berlaku di masyarakat, itu dihancurkan Belanda. Dan untuk melakukan itu Belanda butuh waktu 150 tahun”.

Dan, lihatlah kondisi saat ini. “Lihat keadaan kita sekarang. Apakah perdagangan Indonesia didominasi orang Indonesia?. Tidak!. Sedangkan tanah di Indonesia saja, 72 persen dikuasai korporasi asing. Apakah orang indonesia itu masih memiliki pikiran cerdas yang diwariskan orang-orang dulu?. Tengoklah sendiri bagaimana pemimpin kita saat ini!”.

Anak-anak kita, tanpa disadari, telah mewarisi budaya asing. Dan budaya lokal, mulai ditinggalkan. “Logikanya, seorang putri kebudayaan, dia sudah diseleksi oleh para juri, sudah ditanyai banyak hal tentang budaya Gorontalo, dan paham kebudayaan Gorontalo.

Dan jadilah dia perempuan yang pintar. Tapi kemudian pakaian adat Bili’u dikenakan dengan tidak pantas”. Tidak ada pakaian yang lebih terhormat bagi seorang perempuan Gorontalo selain pakaian adat Bili’u.

Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang cepat dan pesat, juga memberi pengaruh besar pada budaya, perubahan perilaku, pola pikir dan pemahaman manusia Indonesia tentang nilai, lewat suguhan informasi dalam berbagai bentuk yang sulit dipilah dan diidentifikasi kebenarannya.

Penyedia jasa telekomunikasi di Indonesia, harus mengeluarkan dana besar untuk belanja bandwidth. Tercatat belanja bandwidth setiap tahunnya mencapai 43 trilyun rupiah!.

“Internet yang dipakai di seluruh Indonesia, 80 persennya justru digunakan untuk hal-hal yang tidak ada gunanya seperti pornografi, game, dan sisanya media sosial. Belanja bandwidth ke luar negeri dengan harga sebesar itu, hanya untuk merusak generasi kita”.

Mungkin tak lagi butuh waktu 150 tahun untuk sampai pada proses pikiran kita kembali dijajah. Bisa jadi lebih cepat dari itu karena pesatnya pengaruh perkembangan teknologi terhadap budaya dan kearifan lokal.

Menghidupkan Budaya yang Hilang.

Festival Budaya Gorontalo di Pesantren Alam Bubohu, menjadi moment untuk kembali menghidupkan elemen budaya yang hilang, termasuk hukum adat yang dilupakan.

Hukum adat Gorontalo tidak semata mengatur tentang kehidupan dan hubungan sosial antar sesama manusia, etika, perilaku, adab dan lainnya. Tapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan alam (etika lingkungan), bersahabat dengan alam.

Parade Walima, salah satu unsur budaya yang ditampilkan pada pelaksanaan Festival Budaya Gorontalo di Pesantren Alam Bubohu, desa Bongo, Batudaa Pantai, kabupaten Gorontalo.

 

Elnino mengatakan, “Dulu, ada hukum adat yang mengatur bahwa sebelum menebang satu pohon di hutan, kita harus menanam dulu satu pohon sampai pohon itu ‘mandiri’, tumbuh dengan sendirinya tanpa perlu disiram. Setelah itu, baru boleh menebang pohon. Itupun harus diikuti dengan lafadz”.

Pesantren Alam Bubohu yang dibangun mendiang Yosef Tahir Ma’ruf (Yotama), telah menjadi situs budaya yang harus dijaga. Ada bangunan monumental; masjid Kuba Emas. Masjid yang terletak di bukit tepi laut itu akan jadi penanda bahwa tanah Gorontalo dihuni orang-orang Islam.

Menjaga kebudayaan, sangat penting. Supaya kita tidak dijajah lagi. Kalau Indonesia mandiri ekonominya, mandiri pikirannya, maka Indonesia akan menjadi negara adidaya di dunia.

“Kta mesti bangkit, bangkit dari pikiran dan menjaga anak-anak kita. Untuk ekonomi, tetap mesti mengalami modernisasi, mengerti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi”.(fp/habari.id)

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan