HABARI.ID, GORONTALO – Masalah hutang piutang tak bisa diadukan secara pidana. Begitu pendapat orang awam. Dalih wanprestasi, menurut mereka (orang awam), hutang piutang lebih cenderung ke persoalan perdata. Pendapat orang awam, jelas akan beda dengan pendapat praktisi hukum.
Praktisi Hukum yang satu ini, mencoba memberi rasionalisasi tentang sebuah kasus hutang piutang yang dilaporkan secara pidana. Dan kasus ini lagi ramai-ramainya dibahas.
“Tidak semua hubungan kontraktual menjurus ke pidana. Hanya saja, banyak yang menyalahgunakan hubungan perdata ini sebagai modus operandi tindakan penipuan,” kata Praktisi Hukum, Salahudin Pakaya.
Perlu dingat, sebuah perbuatan pidana ada dua unsur penting, yakni Actus Reus (perbuatan yang melanggar undang-undang pidana) dan mens rea (sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana).
Nah, artinya menurut Salahudin kalau ditarik ke persoalan hutang piutang, jika si peminjam dana (debitur) tidak menggunakan dana tersebut sesuai peruntukannya, contoh pinjam untuk usaha tapi digunakan untuk konsumsi dan debitur gagal membayar, maka itu sudah menjadi bukti persangkaan bahwa debitur berniat menipu pemberi pinjaman (kreditur).
Secara khusus, mengenai perjanjian utang-piutang sebagai perbuatan pinjam-meminjam diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata.
Dalam pasal 1320 Kitab Undang undang Hukum Perdata, ada empat syarat (kumulatif) yang diperlukan agar suatu dikatakan sah secara hukum.
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. Suatu hal tertentu, 4. Suatu sebab yang halal.
Apa Itu Penipuan?
Penipuan adalah perbuatan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHP pada Bab XXV tentang Perbuatan Curang. Bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHP adalah sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Berdasarkan rumusan pasal tersebut, unsur-unsur dalam perbuatan penipuan adalah :
1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum. 2. Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.
3. Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan).
Unsur poin 3 di atas yaitu mengenai upaya/cara adalah unsur utama untuk menentukan apakah perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai penipuan.
Hal ini sebagaimana kaidah dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1601.K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990 yang menyebutkan:
“Unsur pokok delict penipuan (ex Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara/upaya yang telah digunakan oleh si pelaku delict untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang.” (hulondalo.id/habari.id)