HABARI.ID – Pemerintah provinsi Gorontalo harus mengalokasikan anggaran hingga miliaran rupiah, untuk mem-back up puluhan pasien rujukan ke luar daerah. Ini karena Gorontalo belum memiliki rumah sakit dengan fasilitas kesehatan (Faskes) tersier.
Tahun ini, pemerintah melalui Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, telah mengalokasikan anggaran Rp. 1,25 miliar hanya untuk target 20 pasien rujuk berjenjang hingga ke rumah sakit tersier di luar daerah.
Di luar dugaan, jumlah pasien yang dirujuk ke rumah sakit luar daerah, justru sudah melebihi batas jumlah yang hanya 20 pasien itu.
Catatan yang ada di Dinas Kesehatan sampai dengan pertengahan tahun 2019, jumlah pasien yang dirujuk sudah 23 orang dengan pembiayaan full ditanggung pemerintah.
Belum adanya rumah sakit rujukan tersier yang dimiliki Gorontalo, membuat pemerintah Provinsi Gorontalo tiap tahun selalu merujuk pasien ke luar daerah.
Di tahun 2019 ini saja, Pemprov melalui Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo sudah menganggarkan Rp 1,25 miliar untuk target 20 pasien yang dirujuk ke luar daerah.
Mulai dari tiket pergi dan pulang, akomodasi selama disana, konsumsi selama menginap di rumah singgah, menurut Plt Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Misranda Nalole, ditanggung semua.
“Setiap pasien yang akan dirujuk, Dikes Provinsi sudah menyediakan anggaran untuk satu pendamping keluarga pasien, satu pendamping petugas dari Dinas Kesehatan serta pasien,” kata Misranda.
Jika pasien dirujuk ke Jakarta, dengan perhitungan 5 hari saja, Dikes harus mengeluarkan anggaran sebesar Rp. 39 Juta. Itu pun belum termasuk ongkos tiket pulang.
“Untuk rujukan ke Makassar, anggaran yang dikeluarkan Rp. 24 Juta/5 hari. Sementara untuk Manado, RP. 15 Juta/5 hari,” terang Misranda.
Dan sesuai ketentuan, pembiayaan paling lama, adalah 45 hari. “Artinya bahwa kita benar-benar melayani pasien yang kita rujuk itu dengan prima,” katanya.
Jika saja Gorontalo punya rumah sakit tipe B tersier, sebagaimana rencana pemerintah provinsi Gorontalo yang akan mengembangkan Rumah Sakit Ainun Habibie melalui skema KPBU, maka (tentu saja) ini akan mereduksi jumlah pasien yang dirujuk ke luar daerah.
Karena kelak, apa yang dibutuhkan pasien sudah bisa dipenuhi dan ditangani RS Ainun.
“Dengan skema pengembangan KPBU, RS Ainun Habibie akan memenuhi ketersedian layanan, fasilitas, alat kesehatan serta penunjang lainnya.
Untuk saat ini saja, Pemprov sedang menyiapkan sumber daya manusianya. Saat ini ada 10 dokter spesialis yang sedang melanjutkan pendidikannya di beberapa fakultas kedokteran di Indonesia,” ungkap Misranda.
Kembangkan Jadi RS Tersier, RS Ainun Habibie Mulai Siapkan SDM.
Menyangkut beberapa dokter spesialis yang sudah disiapkan ini, juga sempat dijelaskan oleh Direktur RSUD Ainun Habibie, dr. Yana Yanti Suleman.
Menurutnya, sekarang ini sudah ada beberapa dokter spesialis yang selesai studi di Fakultas Kedokteran Unhas dan sudah menjadi dokter organik di RS Ainun melalui skema penggantian biaya pendidikan, semisal dokter spesialis mata, spesialis anak, dan dokter spesialis anastesi.
“Ada juga beberapa dokter lainnya yang akan menyelesaikan studinya, yaitu kebidanan kandungan, THT, orthopaedi, Radiologi, PK, dan PA,” kata dr. Yana.
Soal ketersediaan SDM penunjang di RS Ainun ini, pemerintah sudah membangun kemitraan dengan Fakultas Kedokteran Unhas, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Universitas Indonesia dan Universitas Diponegoro.
“Dari kerjasama tersebut, juga sudah ada yang selesai, yaitu spesialis bedah, dan ada yang sekarang sementara menyelesaikan pendidikan yaitu spesialis anastesi, spesialis jantung, dan spesialis kebidanan,” kata dr. Yana,
sembari berharap dokter spesialis yang sudah selesai dan yang masih akan menyelesaikan pendidikannya, akan menjadi dokter organik di RS Ainun demi melengkapi kebutuhan dokter spesialis di RS Ainun.(fp/habari.id)