HABARI.ID, POHUWATO – Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Pohuwato ternyata bukan sekadar tindakan kriminal sporadis, melainkan sebuah gurita bisnis haram yang terorganisir dengan omzet fantastis. Di balik tidak adanya penegakan hukum akibat PETI, terungkap adanya dugaan aliran dana koordinasi yang mencapai puluhan miliar rupiah per bulan, yang menjadi pelumas bagi mesin-mesin perusak lingkungan untuk terus beroperasi.
Gurita bisnis ini memiliki ratusan tentakel dalam bentuk alat berat jenis excavator yang tersebar di berbagai kecamatan. Setiap alat berat mampu menghasilkan keuntungan besar bagi para cukong.
Namun, agar bisnis ilegal ini aman dari jerat hukum, sebagian dari keuntungan tersebut diduga disisihkan sebagai “uang keamanan” atau upeti yang disetorkan secara rutin.
Aliran dana inilah yang diduga menjadi penyebab utama mengapa penindakan hukum di Pohuwato seolah tak berdaya. Sikap bungkam Polres Pohuwato selama empat tahun terakhir, di tengah kerusakan lingkungan yang parah dan protes masyarakat, kini dapat dibaca sebagai bagian dari sebuah sistem yang saling menguntungkan antara pelaku kejahatan dan oknum aparat. Hukum sengaja dibuat tumpul agar bisnis haram ini terus berjalan.
Korban utama dari gurita bisnis ini adalah rakyat dan negara. Rakyat kehilangan sumber air bersih dan lahan pertanian produktif, seperti yang dikeluhkan oleh Dinas Pertanian. Sementara itu, negara tidak hanya kehilangan potensi pajak, tetapi juga harus menanggung biaya pemulihan lingkungan yang nilainya triliunan rupiah di masa depan.
Suara perlawanan dari DPRD melalui Mikson Yapanto kini terdengar lebih relevan dari sebelumnya. Peringatannya tentang bahaya PETI bukan lagi sekadar retorika, melainkan perlawanan terhadap sebuah sistem kriminal yang terstruktur. Perjuangan DPRD kini adalah upaya memotong tentakel gurita bisnis yang telah mencengkeram Pohuwato.
Kehadiran Kejaksaan Tinggi Gorontalo dalam pusaran kasus ini membuka harapan baru. Kejaksaan memiliki kewenangan untuk mengusut tidak hanya kejahatan lingkungannya, tetapi juga dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang melekat pada aliran dana puluhan miliar tersebut. Ini bisa menjadi pintu masuk untuk menjerat tidak hanya penambang, tetapi juga para pelindungnya.
Fenomena ini adalah anomali jika dibandingkan dengan Polres Boalemo yang aktif melakukan penindakan. Di Boalemo, gurita bisnis PETI coba dipotong, sementara di Pohuwato, ia seolah diberi makan hingga tumbuh raksasa. Perbedaan ini menunjukkan adanya masalah integritas yang serius di internal Polres Pohuwato.(fp/habari.id)