HABARI.ID, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang, Rachmat Gobel, meminta Komisi VII dan Komisi XI untuk membahas temuan data ekspor ilegal nikel ore ke China sejumlah 5,3 juta ton. “Ini persoalan sangat serius. Sebagai bentuk pertanggungjawaban publik dan sesuai amanat konstitusi sebagai lembaga pengawas, maka DPR harus membuat terang masalah ini. Indonesia adalah negara hukum. Apalagi ini melawan kebijakan Presiden tentang hilirisasi,” katanya, Senin, 3 Juli 2023.
Pada Jumat, 23 Juni 2023, Koordinator Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria, mengungkap data adanya dugaan ekspor ilegal bijih nikel (nikel ore) sebanyak 5,3 juta ton. Menurut Dian, terdapat selisih nilai ekspor bijih nikel ke China sebesar Rp 14,5 triliun. Namun selisih royaltinya Rp 575 miliar. Ekspor ilegal itu terjadi sejak Januari 2020 hingga Juni 2022. Data itu ia peroleh dengan membandingkan data di Badan Pusat Statistik dan di laman bea cukai China (General Administration of Customs People Republic of China). Pada 2019, melalui Permen ESDM No 11/2019, pemerintah melarang ekspor nikel ore dan berlaku mulai Januari 2020. Inilah kebijakan yang disebut sebagai hilirasi.
Berdasarkan riset United States Geological Survey (USGS) tahun 2020 yang dipublikasikan pada Januari 2021, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, yaitu sebanyak 21 juta ton atau 23 persen dari cadangan nikel dunia yang mencapai 94 juta ton. Pada 2022 Indonesia juga menjadi produsen nikel terbesar di dunia, yaitu sebanyak 1,6 juta ton dari total produksi dunia yang mencapai 3,3 juta ton. Filipina menjadi produsen nomor dua di dunia dengan produksi sebanyak 330 ribu ton. Sekitar 80 persen ekspor Indonesia bertujuan ke China. Cadangan nikel Indonesia diperkirakan akan habis pada 2031.
Cadangan nikel di Indonesia terletak di tujuh provinsi, namun yang terbesar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Untuk hilirisasi, berdasarkan paparan Kemenperin, hingga 2022 terdapat 34 smelter yang sudah beroperasi, namun masih ada 17 smelter yang masih dalam tahap konstruksi dan enam smelter yang masih dalam tahap studi kelayakan. Nikel menjadi bahan baku berbagai macam barang industri seperti stainless steel, dan terutama bahan baku baterai kendaraan listrik.
Gobel mengatakan, kejadian ini sekaligus menjadi momentum bagi DPR untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan pemerintah dalam mengelola tambang mineral, seperti timah, bijih besi, batu hitam, batubara, bauksit, nikel, dan lain-lain. Namun saat ini, dunia sedang berebut nikel karena keterbatasan cadangan dan terutama karena menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik. Karena itu soal nikel harus mendapat perhatian khusus.
“Pemerintah memang memiliki program hilirisasi. Ini harus kita puji dengan luar biasa. Namun sebetulnya Indonesia tidak memiliki road map terhadap pengelolaan tambang mineral, termasuk tambang nikel. Hilirisasi tanpa road map industrinya sebetulnya tak memiliki dampak strategis terhadap dunia industri dan ekonomi Indonesia secara umum, kecuali hanya meningkatkan nilai tambah ekspor dari tambang nikel,” katanya.
Padahal, kata Gobel, cadangan nikel dunia sangat terbatas, bahkan cadangan nikel Indonesia diperkirakan akan habis pada 2031. “Jadi walaupun Indonesia memiliki cadangan terbesar di dunia, jika kita tak pandai mengelolanya maka nantinya yang memiliki nikel terbesar di dunia bukan Indonesia. Mereka yang mengimpor dari Indonesia bisa menyimpannya dan memprosesnya untuk kebutuhan bermacam industrinya dan memajukan ekonominya,” katanya. Karena itu, Gobel mengingatkan, sebelum Indonesia memiliki road map yang jelas tentang tambang mineral, maka ekspor nikel harus dibatasi.
“Indonesia jangan cuma menjadi negara tukang gali tanah. Yang menyakitkan, untuk menggali nikel pun harus mendatangkan ribuan orang dari negara lain. Ini benar-benar menyakiti hati rakyat. Di bawah Bapak Presiden Jokowi, Indonesia sudah melangkah satu tahap dengan kebijakan hilirisasi. Ini satu terobosan kebijakan yang butuh nyali dan visi ideologis. Namun untuk Indonesia Raya perlu langkah lanjutan dengan membuat road map. Jadi jangan tanggung-tanggung. Ini butuh nyali yang lebih besar lagi memang,” katanya.
Untuk itu, Gobel meminta kepada Komisi VII dan Komisi XI untuk segera memanggil semua stake holders soal nikel ini. “Bagaimana sampai terjadi ekspor ilegal hingga jutaan ton dalam 2,5 tahun. Jangan sampai ulah segelintir oknum ini kemudian merusak Indonesia secara sistemik karena kekuatan uangnya yang dari hasil mencuri tersebut. Kita di DPR harus membantu pemerintah untuk membuat terang siapa oknum tersebut dan dari perusahaan apa. Jadi hukum orangnya dan cabut izinnya. Selanjutnya, yang utama adalah segera menyusun road map industri nikel dan tambang mineral lainnya. Nah, hingga semua itu selesai, maka perlu pembatasan ekspor nikel,” katanya.
Gobel mengingatkan, sesuai amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala kekayaan di wilayah Indonesia untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. Pada Pasal 23 (1) yang mengatur soal APBN dan pada Pasal 33 (3) tentang kekayaan alam, katanya, dengan jelas mencatat bahwa semua itu “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. “Ini artinya bagian terbesar yang menikmati adalah rakyat Indonesia, kemakmuran rakyat Indonesia. Bukan kemakmuran rakyat negara lain,” katanya. (Fp/hanari.id)