Jejak Puan Gorontalo Kecam Aksi Penyebaran Video Oknum Guru dan Siswi

oleh -64 Dilihat
oleh

HABARI.ID | Kasus penyebaran video syur yang melibatkan seorang murid perempuan dan oknum guru di salah satu sekolah di Gorontalo telah menggemparkan publik. Peristiwa ini menimbulkan gelombang reaksi dari berbagai kalangan, termasuk Jejaring Aktivis Perempuan dan Anak (Jejakpuan) Gorontalo, yang mendesak agar kasus ini ditangani dengan pendekatan berperspektif korban anak dan perempuan.

Jejakpuan Gorontalo mengecam keras tindakan perekaman serta penyebaran konten intim yang secara terang-terangan melanggar hak privasi dan martabat korban. Dalam situasi ini, murid yang terlibat adalah korban kekerasan seksual, dan bukan seharusnya diperlakukan sebagai pelaku atau pihak yang bersalah.

banner 468x60

Mereka juga menolak keputusan institusi pendidikan yang memilih untuk mengeluarkan korban dari sekolah. Apapun motif dan modusnya, peristiwa tersebut adalah kekerasan seksual dan anak adalah korban.

Dr. Hijrah Lahaling menilai keputusan pihak sekolah untuk menguarkan korban dari sekolah terlalu cepat dan tidak mempertimbangkan potensi serta prestasi siswa tersebut. Meski ada upaya dari sekolah untuk membantu siswa mencari sekolah lain.

“Kepala sekolah mengatakan akan bantu untuk mencarikan sekolah lain, dan tidak menjamin sekolah yang lain akan menerima korban. Ada banyak alternatif yang bisa dilakukan tanpa harus mengeluarkan anak tersebut, apalagi anak ini adalah anak yang berprestasi banyak dapat penghargaan, ketua OSIS juga duta genre, tidak harus mengeluarkan dari sekolah,” jelas dr. Hijrah Lahaling, Sabtu (28/09/2024).

Hal serupa disampaikan Kusmawaty Matara Direktur Wire-G. Menurutnya memindahkan korban ke lingkungan baru tidak selalu menjamin perlindungan yang lebih baik. Justru bisa memperburuk keadaan bagi korban.

“Sekolah harus membuat keputusan yang sangat hati-hati, mempertimbangkan dampak psikologis yang dialami siswa. Intinya sekolah harus berpihak pada korban,” jelasnya.

Menurutnya pihak sekolah terlalu takut dan khawatir dengan alasan bisa mencoreng nama baik sekolah. Justru ketika sekolah harus berani mengeluarkan pelaku, kemudian mempertahankan anak dengan mendudukkan siswa tersebut sebagai korban.

“Ketika sekolah berani mengeluarkan pelaku, itu justru akan diapresiasi. Orang tua akan lebih percaya untuk mendaftarkan anak mereka di sekolah itu, sebenarnya kita berharap anak-anak yang lain bisa speak up. Karena dia sudah tahu kalau saya speak up, sekolah akan mengeluarkan pelaku bukan siswa,” ujarnya.

Jejakpuan turut mengajak masyarakat luas untuk tidak memperburuk keadaan dengan menyebarkan video atau gambar yang berkaitan dengan kekerasan seksual ini. Tindakan menyebarluaskan konten semacam itu bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak mental dan martabat korban yang masih berusia remaja.

Di sisi lain, Jejakpuan meminta media massa dan jurnalis untuk mengedepankan pemberitaan yang objektif, berbasis fakta, dan menghormati privasi korban.

Jejakpuan juga melihatnya sebagai momentum untuk memperkuat kampanye perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan seksual. Mereka meminta pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, media, komunitas, dan masyarakat secara keseluruhan untuk secara masif dan berkelanjutan. (dik/habari.id)

Baca berita kami lainnya di