HABARI ID, DEPROV | Di tengah tingginya upaya pencegahan HIV dengan skrining yang melibatkan 23.087 orang di 2024, muncul ironi dalam alokasi anggaran penanganan HIV di Provinsi Gorontalo.
Wakil Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo Hamzah Muslimin menilai ada ketidaksesuaian antara lonjakan kasus dan berkurangnya anggaran, yang bisa berdampak pada pengendalian wabah ini.
Hamzah Muslimin membeberkan data tahunan menunjukkan kenaikan jumlah kasus sejak 2021. Ironisnya, Peraturan Daerah (Perda) terkait penanggulangan HIV/AIDS yang telah ada, belum didukung dengan dana yang memadai.
“Datanya kita lihat sendiri. Setiap tahun, kasus meningkat, tapi anggaran malah turun. Ini tidak sinkron. Kenaikan kasus ini luar biasa, namun anggaran justru turun. Dari tahun 2023 ke 2024, lonjakannya besar sekali,” jelas Hamzah usai rapat evaluasi kinerja bersama Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Senin (11/11/2024).
Ia menjelaskan bahwa alokasi anggaran untuk tahun 2024 yang hanya Rp 500 juta, setengah dari anggaran tahun sebelumnya yang mencapai Rp1 miliar. Menurutnya sulit untuk memenuhi kebutuhan pencegahan dan penanganan HIV secara maksimal.
“Jika ini tidak diantisipasi dengan baik melalui kerja sama seluruh pemangku kepentingan, jumlah kasus HIV bisa semakin bertambah,” kata Hamzah.
Hamzah menyoroti luasnya persebaran kasus HIV yang sudah menjangkau berbagai kelompok masyarakat di Provinsi Gorontalo. “Kasus ini sudah masuk ke semua kalangan, dari mahasiswa, ASN, pekerja swasta, hingga petani. Persoalan ini harus kita tangani bersama untuk menekan angka penyebaran HIV,” ungkapnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Afriyani Katili menekankan pentingnya memperkuat langkah pencegahan di tahun mendatang, sehingga pihak legislatif juga meminta penambahan anggaran untuk menangani masalah HIV.
Afriyani Katili menyebutkan bahwa di setiap fasilitas kesehatan sudah menyediakan pengobatan bagi penderita HIV, tetapi langkah preventif berupa sosialisasi dan skrining aktif tetap menjadi kunci penanggulangan.
“Pengobatan memang sudah ada di setiap fasilitas kesehatan. Namun, kami juga terus melakukan sosialisasi untuk pencegahan dan skrining kasus baru. Justru karena aktifnya deteksi kasus, jumlahnya naik. Kami tidak ingin angka ini semakin bertambah tahun depan,” ujar Afriyani Katili. (dik/habari.id)