Sebelum Lembar Sejarah 23 Januari 1942 Hilang

oleh
Rumah tua yang menjadi bagian dari sejarah 23 Januari 1942, dapat dengan cepat menjadi lembar sejarah yang hilang. Rumah ini akan dibongkar lahannya akan dibangun hotel.[foto_rosyid]
banner 468x60

HABARI.ID I Rumah kayu yang letaknya tepat di seberang jalan depan rumah dinas jabatan Wali Kota itu, sudah lama ditinggalkan pemiliknya.

Tak banyak yang tahu kalau rumah panggung dengan kesan klasik itu, juga punya nilai sejarah dan menjadi saksi perlawanan rakyat Gorontalo saat mengusir penjajah Belanda, sebuah palagan yang saat ini dikenal sebagai peristiwa 23 Januari 1942, yang diperingati sebagai Hari Patriotik.

Rumah itu juga menjadi bagian dari peristiwa pengibaran bendera Merah Putih yang dilakukan Nani Wartabone. Di samping bangunan yang hingga kini masih difungsikan sebagai kantor Pos.

“Itu adalah bangunan monumental dengan arsitektur Indische. Rumah itu pernah jadi kediaman kepala Posts Telegraafend Telefoon Dienst (Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon).

Dan masih satu lokasi dengan peristiwa Patriotik 1942, pengibaran bendera Merah Putih yang diinisiasi Pahlawan Nasional Nani Wartabone,” kata Faiz, Pengkaji Pelestari Cagar Budaya, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).

Kantor Pos tempo dulu.[foto_bpcb]

 

Kantor Pos sekarang.[foto_rosyid]
Tapi rumah tersebut, segera menjadi bagian dari sejarah yang hilang. Bukan hanya karena lahannya sudah menjadi milik orang. Bangunan rumah tinggi itu akan dibongkar lalu dibangun hotel.

“Di lokasi itu akan dibangun Hotel Swiss Bell. Dalam sudut pandang pelestarian, kami sudah meminta kepada pemilik lahan atau pihak yang akan membongkar,  supaya bisa mempertahankan bangunan itu dengan menjadikannya sebagai beranda atau lobi …,”

“Atau bisa juga dijadikan galeri yang isinya nanti adalah semua yang berkaitan dengan peristiwa sejarah dan diorama 23 Januari 1942,” kata Faiz.

Tapi permintaan BPCB itu, kata Faiz, masih menjadi polemik. Pemilik sah lahan tersebut, tetap akan bongkar bangunan itu dan mengambil lahannya untuk dijadikan hotel. “Menurut pemilik lahan, kalau bangunan itu dipertahankan, maka akan mengurangi volume bangunan hotelnya,” ungkap Faiz.

Di lain pihak, pemerintah kota Gorontalo juga tidak mau kehilangan sisi investasi. “Kalau hotel ini sudah dibangun, maka akan mendatangkan nilai profit dan juga PAD bagi daerah. Itu alasan pemerintah kota,” katanya.

Bangunan itu, kata Faiz, sudah teregistrasi nasional sebagai cagar budaya yang harus dilestarikan, dengan nomor registrasi PO2018111300002.

“Sudah ada studi kelayakan tentang rumah tinggi itu dan memenuhi sebagai cagar budaya. Kita sudah membuat naskah rekomendasinya, untuk kemudian diterbitkan SK penetapan sebagai bangunan cagar budaya kota Gorontalo,” jelas Faiz.

Karena terdaftar, maka status bangunan tersebut diperlakukan sama kedudukannya dengan cagar budaya berdasarkan UU Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. “Kalau dilanggar, seperti dihancurkan, maka ketentuan pidana akan dikenakan,” tegas Faiz.

Naskah rekomendasi yang diminta itu, kata Faiz, sudah ada di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Gorontalo, Bidang Kebudayaan.

Tapi naskah itu belum diserahkan ke Wali Kota untuk diterbitkan SK. “Soal pelestarian bangunan rumah itu, terhambat di situ,” tandasnya.

Bangunan rumah tua itu, sangat penting karena terkait dengan peristiwa 23 Januari 1942 dan jadi monument.

Memory 23 Januari tidak akan pernah lepas dari sejarah perkembangan kota dan sosial budaya. Kalau sampai bangunan itu hilang, maka generasi saat ini, hanya mampu bicara oral history kepada generasi di masa depan.

“Lokasi pengibaran Merah-Putih 1942, tidak akan bisa dibuktikan secara fakta, kalau ini sampai hilang. Semangat juang juga bisa hilang …,”

“Sejarah tak akan pernah hilang jika ada bukti otentik kebendawian dan bukti arkeologi. Kita tentu tidak menginginkan jika peristiwa bersejarah itu, dikatakan tidak pernah terjadi oleh generasi yang akan datang,” tandas Faiz.(fp/habari.id)

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan