RTRW Kota Dinilai Mampu Akomodir Kepentingan Publik

oleh
Wali Kota Gorontalo Marten Taha, Plt Kadis PUPR Kota Gorontalo Meydi N Silangen foto bersama dengan Direktur Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah
banner 468x60

HABARI.ID, KOTA – Rencana Tata Ruang Wlayah (RTRW) kota Gorontalo, mendapat apresiasi dan pujian dari Badan Pertanahan Nasional RI. Pasalnya, Perda tersebut dianggap telah mengakomodir kepentingan publik.

Pujian yang disampaikan Direktur Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertahanan Negara RI, Reny Windyawati itu, tak hanya menyangkut RTRW yang dinilai menyentuh kepentingan masyarakat, melainkan substansi materi tata ruang tersebut, benar-benar dikuasai oleh Wali Kota Gorontalo, Marten Taha.

“Saya sangat mengapresiasi penguasaan tata ruang oleh Wali Kota Gorontalo, dan ini sangat jarang ditemukan, ada Kepala Daerah yang memahami betul kondisi tata ruang daerahnya sendiri. Saya berani memberi jempol untuk beliau (Wali Kota Gorontalo, red),” ungkap Reny, usai presentasi Perda RTRW Kota Gorontalo yang disampaikan Wali Kota Gorontalo Marten Taha pada pertemuan Lintas Sektoral yang digelar di Jakarta, Selasa (23/04/2019).

Pada pertemuan itu, Reny juga menyampaikan pendapatnya tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2019-2038. Menurut penilaiannya, Kota Gorontalo benar-benar bisa menghasilkan Peraturan Daerah yang dapat menyentuh kepentingan masyarakat dan pengusaha. Ia tetap mendorong Pemerintah Kota Gorontalo, dalam penyusunan revisi RTRW.

“Mempertahankan kondisi tata ruang daerah saat ini, memang tidak mudah. Tapi demi mencapai masa depan masyarakat dan daerah yang lebih baik, hal-hal tekni yang berkaitan dengan penataan ruang, diharapkan bisa ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota Gorontalo,” kata Reny.

Pada pertemuan yang dihadiri 56 orang dari kementerian dan lembaga itu, Wali Kota Gorontalo Marten Taha mempresentasikan mengenai revisi RTRW Kota Gorontalo. Kota Gorontalo dengan Luas wilayah yang hanya 70,64, berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango. Batas wilayah tersebut mengalami perubahan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), Nomor 70 tahun 2018, dan Permendagri nomor 72, untuk batas wilayah Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango dan Kota Gorontalo.

“Yang menjadi penekanan dalam perubahan ini adalah, lahan persawahan atau pertanian padi. Pada tahun 2011 silam Kota Gorontalo memiliki luas lahan pertanian sawah 888,4 hektare, dan kondisi terkahir tinggal 834 hektar. Pada penetapan ini tentang penyusunan revisi RTRW tahun 2019 hingga tahun 2036,

yang menjadi pertanyaan Dirjen adalah pengurangan luas sawah. Memang ditetapkan Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LP2B) Kota Gorontalo mencapai 454 Hektare, oleh Kementerian terkait. Namun Kota Gorontalo menetapkan pada angka 183 hektar, untuk lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B),” jelas Wali Kota.

Lanjut Wali Kota, dari penyampaian itu, Dirjen meminta Wali Kota menjelaskan perihal perubahan angka luasan LP2B yang terkesan ekstrim itu. Wali Kota Gorontalo menjelaskan, bahwa itu memang sudah menjadi kebutuhan ruang Kota Gorontalo untuk sampai dengan tahun 2036. Dengan cara menjaga pola secara terus menerus.

“Kalau disepekati bersama, maka kami akan pertahankan pada 454 hektar, sehingga Kota Gorontalo akan menjadi satu-satunya Kota yang dapat mempertahankan sawah, tidak dalam bentuk LP2B tapi KP2B atau Kawasan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan,” terang Wali Kota.

Hal ini juga sempat dijelaskan oleh Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Gorontalo Meydi Silangen. Kalau KP2B. tidak terlalu ekstrim untuk mengatur. Tapi kalau LP2B tidak bisa lagi Pemerintah Kota Gorontalo untuk melakukan penataan. Untuk KP2B, itu sangat memungkinkan dengan melihat potensi dan perkembangan pada tahun kedepan.

“Contoh, kalau sudah habis ruang untuk dimanfaatkan, maka kita menggunakan lahan tersebut. LP2B dalam undang-undang mengatur, bahwa tidak bisa lagi dilakukan penataan ruang, jika dipaksakan akan berdampak pada pidana. Ini yang tidak diinginkan oleh Pemerintah Kota Gorontalo, sehingga dikembalikan lagi ke Dirjen tata ruang,” tutur Meydi Silangen.(abink/habari.id)

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan