Parlemen Botu dan Sikap Kritis

oleh
Funco Tanipu, penulis
banner 468x60

SELAIN kantor Gubernur, ada juga kantor DPRD yang lokasinya di Botu. Perebutan kursi ke Botu lumayan sengit di Pemilu 2019 ini. Hingga tulisan ini diturunkan, rekap suara masing-masing partai dan caleg masih sementara berlangsung.

Masing-masing sementara mengklaim “duduk” dan hingga memiliki sejumlah kursi. Namun, hal itu akan mulai terang sejak hari ini dengan mulai rekapan di tingkat kecamatan.

Berbagai kemungkinan akan terjadi, tetapi parlemen Botu bisa saja akan lebih dinamis dengan masuknya beberapa caleg dan partai.

Hampir dipastikan Nasdem akan menjadi partai baru yang menghuni Botu untuk lima tahun kedepan, begitu juga dengan PAN yang berwajah baru seperti Adhan Dambea dan Fadli Hasan.

PPP juga mungkin akan menambah jumlah kursi. Selain partai lain seperti PKS, Gerindra, Hanura dan PDI P. Hingga partai Golkar yang sama dg partai Gubernur Gorontalo.

Komposisi baru ini akan lebih dinamis karena beberapa hal ; (1). Nasdem akan berdiri pada posisi yang akan banyak berseberangan dengan Gubernur jika dilihat dari ketegangan dua partai ini sebelum Pemilu. Sikap kritis ini juga akan lebih kencang karena Ketua Nasdem Gorontalo Hamim Pou akan maju Gubernur. (2). PAN dengan dengan Adhan Dambea juga akan lebih kritis terhadap kebijakan Gubernur, mengingat pengalaman kritis Adhan selama di parlemen. (3). PPP yang kemungkinan besar akan memajukan Ketuanya Nelson Pomalingo akan memposisikan berdiri sebagai mitra kritis. (4). Hal yang mirip juga akan berlaku bagi Gerindra, PKS, PDI P dan Hanura. (5). Demokrat yang selama ini menjadi koalisi pengusung Gubernur Rusli kemungkinan akan netral di tengah kondisi dinamis ini.

Sikap kritis ini adalah bagian awal dari peta menuju Pemilihan Gubernur nanti. Partai-partai ini kemungkinan besar memiliki deretan tokoh yang akan dimajukan menjadi Gubernur, namun bisa juga akan saling berkoalisi.

Dalam konteks itu, pioner kritis akan berada di dua elit yakni Rahmat Gobel (bersama elit Nasdem lainnya) dan Adhan Dambea.

Jika jumlah kursi Golkar akan tetap sama atau berkurang dari periode sebelumnya, maka dipastikan Golkar akan lebih bekerja keras dua kali lipat di parlemen Botu dalam hal mengamankan kebijakan Gubernur. Hal ini akan tergantung pula pada komposisi keanggotaan Golkar di Parlemen Botu.

Jika “keseimbangan” ini akan lahir dan terjaga hingga periode berakhir, maka tentu akan menjadi “warna” baru bagi parlemen Botu dalam sejarah politik Gorontalo sejak Provinsi ini berdiri.

Terhitung dengan jari, sikap kritis parlemen Botu dalam sejarahnya. Mungkin ada sikap kritis itu, namun tidak terpublikasi dan didengar publik.

Sikap kritis terbuka selama ini dan menjadi berita nasional baru dilakukan oleh DPRD Kabupaten/Kota. Di beberapa daerah itu, sikap kritis bahkan hingga melahirkan hak angket, interpelasi dan bahkan pemakzulan.

Karena itu, warga yang baru menyalurkan hak pilihnya tentu akan menunggu agenda parlemen Botu baik itu suara kritis ataupun nanti hanya tepuk tangan dalam menyikapi kebijakan Pemerintah Provinsi Gorontalo.

Warga Gorontalo kini menunggu hasil kerja pilihannya. Sebagai 40 orang pilihan rakyat Gorontalo yang baru, mereka mesti mampu mengkaitkan akumulasi harapan, tumpahan kekecewaan dan spirit inovasi dalam mewakili rakyat secara representatif dalam kewenangan legislatif yang powerfull, tidak sekedar membahagiakan pemilihnya saja dalam menghadiri pernikahan, kematian, bagi-bagi jakati saat jelang Lebaran atau pada kegiatan non legislatif lainnya.

Parlemen yang baik adalah parlemen yang selalu menghadirkan kritik pada pemerintahan. Sebab pemerintahan yang sehat adalah pemerintahan yang bisa menerima dan mengelola kritik.

Hanya saja, seringkali pemaknaan tentang sikap kritis selalu disamakan dengan sifat membangkang. Padahal, pada dasarnya sikap kritis tidak lain adalah sikap berbeda pendapat yang muncul dari penilaian yang kritis dari sebuah situasi.

Kemungkinan untuk berbeda pendapat dalam sebuah daerah sangat diperlukan, agar hadir kehidupan yang jamak, bukan pada ketaatan yang palsu.

Sehingga, barisan anggota parlemen yang diperlukan Gorontalo hari ini bukan saja sebagai pengayom partai, pemimpin masyarakat, tetapi juga sebagai leader of the opposition. Maka, demi sebuah elegansi, kritik menjadi sah dan harusnya memperoleh tempat yang layak, bukan menjadi kanal kekecewaan, kekesalan dan keresahan.

Kita banyak disodori oleh sejarah akan pengalaman tentang parlemen. Kita bisa menyaksikan bagaimana anggota parlemen akan sukses jika ia menghayati harapan rakyat dan menjalankannya secara amanah. Kita juga punya banyak kisah kegagalan seorang anggota parlemen yang seenaknya dan sewenang-wenang menjalankan fungsinya.

Untuk sejarah parlemen yang sukses, rakyat senantiasa mengingat dan menjadikannya inspirasi kehidupan. Dan untuk sejarah kegagalan, rakyat senantiasa mengutuk dan menjadikan kisah ini sebagai contoh yang buruk bagi anak cucunya. Pilihan itu ada di hati anggota parlemen Botu yang baru terpilih ; dicatat sejarah atau dikecam sejarah!

Penulis: Funco Tanipu, Dosen Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Univeristas Negeri Gorontalo

Baca berita kami lainnya di

Tinggalkan Balasan